Lihat ke Halaman Asli

Achmad Humaidy

Blogger -- Challenger -- Entertainer

2 Target Hard Skill untuk Akhir Pekan

Diperbarui: 15 April 2021   21:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Target kebaikan nutuk bulan Ramadan (dok. pribadi)

     Akhir pekan di bulan Ramadan ini jadi waktu yang sudah aku jadwalkan dari bulan lalu. Ada hal-hal yang harus ku selami lebih dalam supaya mendapat insight baru. Apalagi di masa pandemi covid-19 sekarang, setiap muslim dituntut untuk menguasai hard skill, soft skill, dan life skill.

     Hard skill dianggap sebagai bentuk ilmu pengetahuan umum, khusus, teknologi, dan model rancangan. Sementara soft skill berupa keterampilan yang terkait komunikasi, kerjasama, kreativitas, dan manajemen emosional. Tak kalah penting, life skill yaitu kemampuan yang dapat dipelajari untuk mengerjakan sesuatu dengan baik.

     Untuk soft skill dan life skill sepertinya aku sudah banyak belajar dari pengalaman-pengalaman hidup yang aku tempuh. Sementara hard skill biasanya memang ditemui dari format pendidikan atau pelatihan khusus untuk mencapai target tertentu. Di bulan ramadan tahun ini, ada 2 hard skill yang aku dalami yaitu Menulis untuk Telinga dan Bekam.

     Sebenarnya dua hal tersebut bukan hal baru. Materi teknis menulis sudah pernah aku dapat saat bangku kuliah dulu. Ada penulisan naskah radio yang pernah dipelajari. Tapi, ilmu itu luntur seiring perjalanan waktu karena tak aku amalkan lagi untuk kehidupan sehari-hari. Begitu juga bekam yang pernah diajari oleh mamaku, namun sudah lama tak dipraktekkan.

     Dari keresahan tersebut, aku merenung kembali untuk memperdalam dua hard skill pada akhir pekan di bulan ramadan tahun ini. Targetnya sih tidak terlalu tinggi, minimal dua kemampuan yang aku pelajari bisa bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Siapa tahu setelah ramadan, aku bisa jadi penulis atau terapis profesional.

Menulis untuk Telinga
     Kalau menulis untuk blog, brand, press release, reportase, esai, opini, atau puisi mungkin aku sudah teruji. Bagaimana jadinya kalau harus menulis untuk telinga? Bukankah tulisan itu dibaca, tidak didengar. Inilah tantangan baru bagiku.

     Prospek konten siniar dianggap tren teknologi tahun ini. Hal ini dikarenakan pola konsumsi netizen untuk audio digital makin menanjak. Mulai dari radio digital, musik digital, dan fitur voice search. Bersamaan dengan itu, jumlah pendengar podcast tumbuh lebih dari 3,6 juta (riset data Nielsen awal tahun)

     Kabar baiknya, konten-konten podcast mulai dimonetisasi. Banyak pihak sponsor yang melirik konten audio ini untuk pemasaran produk. Biasanya, kanal-kanal podcast yang bercerita horor dan komedi sudah punya pendengar setia sebagai target market dari suatu brand.

     Berawal dari tren yang aku ikuti, aku mencari pelatihan siniar untuk membuat konten dalam format audio ini. Aku dipertemukan dengan Kelas Podcast Siberkreasi batch 2 sejak Oktober 2020 lalu. Dari situ, aku lanjut masuk Masterclass Podcast Siberkreasi, Masterclass Editor Audio, Masterclass Public Speaking, dan yang sedang aku ikuti bulan ini yaitu Masterclass Menulis untuk Telinga.

     Didalam kelas virtual setiap akhir pekan, aku dan teman-teman belajar berbagai pengetahuan seperti dasar kepenulisan, menemukan inspirasi menulis, membedah dan merangkai puisi, menulis dan membaca cerpen, hingga membangkitkan jiwa kepenulisan. Ternyata masterclass ini dipandu para penulis, sastrawan, dan podcaster berpengalaman diantaranya Idha Umamah (Podcast I Think I Wanna Date You), Stefany Chandra (Podcast Suara Puan), Patricia Wulandari (Podcast Main Mata), Yunita Dewiyana (Podcast Abjad Tersirat), Adam Abednego, Theoresia Rumthe, dan Aan Mansyur (yang terkenal sejak puisinya hadir dalam film AADC 2)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline