Lihat ke Halaman Asli

Achmad Humaidy

Blogger -- Challenger -- Entertainer

Sehat Mental dengan Saling Memaafkan

Diperbarui: 22 Mei 2020   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman bermaaf-maafan (pixabay)

Harta paling berharga itu sabar

Teman paling setia yaitu amal

Ibadah paling indah ialah ikhlas

Identitas paling tinggi adalah iman

Pekerjaan terberat tentu memaafkan

Akankah kata maaf itu terlontar di hari fitri nanti?

     Tahun 2016 silam menjadi titik terendah dalam hidupku. Banyak masalah yang menghampiri hingga aku sempat coba untuk bunuh diri. Pada pertengahan tahun itu, aku mengalami depresi.


     Sebelum Ramadan sampai lebaran di tahun itu, aku lalui hari demi hari dengan sendiri. Aku pikir sudah tak ada lagi kata 'maaf' yang terucap dari orang-orang disekelilingku. Masalah pun datang bertubi-tubi.

     Aku candu media sosial pada masa itu. Saat aku menatap layar ponsel pintar, begitu banyak postingan atau update status dari teman-teman sebaya yang sudah sukses. Aku pun membandingkan diriku dengan mereka. Aku merasa sudah bekerja di industri perbankan hampir 4 tahun, tapi tak kunjung ada peningkatan jenjang karier.


    Belum lagi masalah yang hadir di keluargaku karena kedua orangtua nyaris bercerai. Sementara abangku malah cuek karena terlalu sibuk mempersiapkan pernikahannya di akhir tahun. Kecemasan karena tak punya ruang untuk bertukar pikiran mulai pengaruhi kondisi kesehatan mentalku.

     Aku mulai sulit tidur (insomnia), susah makan, tak bisa konsentrasi atau gagal fokus, dan lebih sering menyendiri. Aku sudah pasrah dan coba berdoa, tapi tetap saja tak bisa refleksi diri. Bagiku, semua sudah sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga aku harus menjalani hidup dengan kesendirian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline