Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Syarif

Pegiat Sosial

Antara angan dan ajal sebagai tepian

Diperbarui: 6 Maret 2025   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI

Di sudut waktu yang terus bergulir tanpa henti, ada sesuatu yang sering kita lupakan, sesuatu yang pasti, namun kita perlakukan seolah-olah jauh dari jangkauan. Kematian. Ia adalah kepastian yang tak bisa dielakkan, tamu yang tak pernah salah alamat, hadir tanpa undangan, mengetuk tanpa aba-aba. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakannya, tetapi betapa sering kita menjalani hidup seolah-olah kita akan kekal selamanya.

Dunia ini hanya persinggahan. Seindah apa pun istana yang dibangun, sehebat apa pun kekayaan yang dikumpulkan, semuanya akan berakhir. Namun, mengapa begitu banyak manusia yang tenggelam dalam gemerlap dunia? Mengapa kita menghabiskan seluruh waktu untuk mengejar angan-angan yang tak bertepi, seakan-akan kita akan hidup selamanya? Padahal, setiap hela napas yang kita hirup adalah langkah kecil menuju akhir perjalanan.

Lihatlah, betapa banyak yang menyesal di saat ajal menjelang. Bibir yang dulu sibuk mencela, kini bergetar ingin mengucap istighfar. Mata yang dulu tak lelah memandang dunia, kini meneteskan air mata ketakutan. Hati yang dulu penuh dengan kesombongan, kini tersungkur dalam penyesalan. Mereka ingin kembali, ingin memperbaiki amal, ingin bersujud lebih lama, ingin bersedekah lebih banyak, ingin mencintai Allah lebih dalam. Tapi segalanya sudah terlambat. Detik tak bisa diulang, waktu tak bisa ditawar.

Bukankah sudah cukup banyak peringatan? Bukankah kita telah menyaksikan satu per satu orang-orang terdekat kita pergi, meninggalkan dunia yang dulu mereka kejar mati-matian? Dan kelak, giliran kita akan tiba. Tanah yang masih basah menanti tubuh kita, liang lahad yang gelap menanti raga kita, dan amal kebaikanlah satu-satunya yang akan menemani.

Maka, sebelum waktu habis, sebelum penyesalan datang, bangkitlah! Gunakan setiap detik yang tersisa untuk berbuat baik, untuk mendekat kepada-Nya. Jangan biarkan dunia membutakan mata hati kita. Jangan biarkan angan-angan panjang melalaikan kita dari hakikat hidup yang sesungguhnya.

Karena pada akhirnya, yang kita bawa bukanlah harta, bukanlah tahta, bukanlah segala pujian manusia. Yang kita bawa hanyalah selembar catatan amal—apakah ia penuh dengan cahaya atau justru gelap oleh kelalaian kita sendiri?

Wahai diri, jangan tunggu esok untuk berubah. Karena esok belum tentu datang, dan hari ini adalah satu-satunya kepastian yang kita miliki.

Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. Itulah kepastian yang telah Allah tetapkan bagi seluruh makhluk-Nya. Namun, apakah dengan kematian segala urusan akan selesai? Tidak bagi mereka yang beriman kepada Allah. Justru di situlah awal dari kehidupan yang sebenarnya—kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.

Dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara. Namun, betapa banyak manusia yang tertipu oleh gemerlapnya, seolah-olah kenikmatan yang dimiliki akan bertahan selamanya. Ada yang diberikan rezeki melimpah, lalu lalai dan terbuai dalam kesenangan, lupa bahwa semua itu hanyalah titipan. Ada pula yang hidup dalam kesulitan, lalu menghabiskan seluruh waktunya untuk mengejar dunia, hingga melupakan akhirat yang sejatinya lebih berharga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline