Lihat ke Halaman Asli

Abdulazisalka

Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Doyan Mabuk, tapi Selalu Ingat Dosa

Diperbarui: 14 November 2020   06:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar milik seorang teman nan jauh disana

"Siapa meninggalkan yang haram karena takut kepada Tuhan. Pasti baginya 'kan digantikan rizki yang halal dan digandakan." Kata Rhoma Irama

Baru-baru ini sebagian masyarakat kembali membicarakan isu level nasional, apa lagi kalau bukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Larangan Minol). Entah kelak RUU ini akan disahkan, itu lain persoalan. Jelas pada beberapa lapisan masyarakat, baik penikmat, pengusaha dan pecinta budaya minol ini tentu ada rasa cemas. Semoga keputusan terbaik akan lahir dan tidak timpang terhadap salah satu golongan.

Tentu minol bisa membuat orang mabuk jika dikonsumsi berlebihan. Masalah-masalah mabuk ini sebenarnya tidak bisa diselesaikan dengan satu pandangan saja. Hal ini tentu harus dilihat dari berbagai macam sudut pandang seperti, faktor kesehatan, tradisi, norma sosial, nilai agama dan hukum yang berlaku. Mabuk adalah perkara sulit untuk diselesaikan, karena berbagai macam kalangan menikmatinya.

Sudah turun-temurun pada beberapa daerah tertentu, ketika berkumpul selalu ada minuman beralkohol. Minimal adalah bir. Mungkin tujuannya bukan untuk sampai mabuk, tetapi sebagai teman ngobrol. Bahkan di Kota saya sendiri, ada beberapa warga kampung juga kalau kumpul melakukan hal serupa.

Ada seorang bapak-bapak, panggil saja Mas Sut. Kebetulan Mas Sut ini beragama Islam dan doyan mabuk. Jika adanya bir ia minum bir. Jika minumnya agak mahal (premium) betapa riang hatinya, karena ia hanya sekedar ikut minum apa yang ada. Orangnya tidak pilih-pilih, selagi itu minuman yang bisa bikin mabuk, mungkin ia akan ikut.

Sebagai teman untuk minum, biasanya didaerah saya orang-orang membeli tambur (kacang-kacangan, makanan ringan, dll). Bagi sebagian orang minum bir tentu lebih nikmat ditemani olahan daging. Mungkin daging sapi goreng bumbu bawang putih dan garam sudah terasa nikmat.

Saat minum bir, Mas Sut pernah ditawari tetangga untuk makan daging babi. Dimasak kecap, digoreng kering, atau mungkin diolah seadanya. Dengan tegas Mas Sut menolaknya. Karena menurut kepercayaan ia makan daging babi itu dosa.

"Aku emoh lek tambur e babi"

"Lho, terus pie ga melu ngombe ta mas?"

"O, yo tetep melu lah"

"Gak mangan babi kok ngombe, kan podo-podo dilarange"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline