Lihat ke Halaman Asli

Abdul Azis

Belajar menulis

Setelah Kepergianmu

Diperbarui: 12 Desember 2020   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri Azis

Ada yang ganjil ketika kamu tak lagi disini
Aku teramat takut menyapamu terlalu pagi.
Bahkan tidurku selalu sibuk untuk mengingatmu.
Ketika mataku terpejam seakan duniaku mencekam.
Yang tanpa di sadari wajahmu hadir setiap kali aku menutup mata.

Berulang kali aku tukar posisi tidurku, hanya untuk mencari bagian empuk yang tak ada wajahmu.
Bahkan aku rela menjauhi bantal kesayanganku.
Harus kau tau, malam-malamku sepi selepas kau pergi
Tidak percaya? Tanyakan saja pada bantal kesayanganku.
Yang selalu rela basah oleh bulir-bulir bening ketika mengenangmu

Ainul Hidayah
Pagiku kini tak lagi hangat dengan senyuman tipis ketika membaca chatingan konyol tadi malam seperti dulu.
Setelahmu, pagiku terasa beku ketika terbangun dan meraih ponselku, lalu berakhir dengan diam terpaku.
Tak ada lagi pesan singkatmu di situ sejak kamu pergi.

Aku menjadi pecandu tidur yang tak ingin lelap terlalu larut.
Dengan harapan dalam panjangnya lelap tidurku, kamu hadir mengucapkan 'Aku mencintaimu selamanya'.

Aku bosan dengan pertanyaan mereka yang terus menanyakan tentang kamu.
Yang seakan tak boleh sedikitpun untuk melupakan kamu.
Aku jadi benci hari-hariku tanpa kekonyolanmu yang selalu mengukir tawa.

Aku jadi benci tempat tongkrongan yang sering kita datangi berdua setiap kali bertemu.
Aku benci menjawab pertanyaan perihal di mana kamu dan mengapa kita seperti ini.
Aku berharap kamu tidak merasa terusik dengan tulisan ini, ketika kamu tak sengaja membacanya.
Ada yang lain ketika kamu tak disini..
Aku terlalu takut menyapamu lewat sosial media di setiap pagi aku membuka mata.

Aku takut ketika membuka ponselku dan menemukan tulisanmu tentang aku.
Kini aku menjadi seorang pengecut yang takut melihat aktifitas sosial mediamu tentang keadaanmu dan di mana kamu berada.
Namun pada kenyataannya puncak rasa pengecutku adalah ketika tak mampu menghapusmu dari hari-hariku.
Aku merasa seperti sosok asing bagimu yang tak pernah kau kenal.

Kepergianmu juga membawa separuh jiwa dan warasku.

Tak ada yang sama denganmu, bahkan mereka yang datang menyapaku setelahmu tetap sama saja.
Bahkan kuanggap mereka seperti kerikil-kerikil yang tak sebanding denganmu.
Aku ingin seperti sosokmu yang polos, lugu, namun tetap tegar.

Aku yang sekarang terlalu bimbang untuk melangkah hingga terlalu sombong menanamkan harapan bahwa kamu akan kembali dalam hari-hariku suatu saat nanti.

Maafkan aku ...
Mungkin aku sosok yang telah dan terlalu lama nyaman bersama bayangmu, Ainul.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline