Konotasi negatif adalah kesan pertama yang muncul ketika mendengar kata “punk”. Anggapan yang muncul itu memang tidak salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Stigma-stigma negatif terhadap kelompok yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi ini kemudian menjadi label terhadap mereka sendiri sebagai kelompok yang indisipliner atau tak taat aturan. Tindak kekerasan, pengedar narkoba, hingga perusakan tempat atau fasilitas umum serta tindakan anarkis lainnya merupakan fakta yang selalu melekat pada kelompok ini.
Sekali lagi, tidak sepenuhnya salah jika mayoritas masyarakat masih menganggap punk adalah lambang keanarkisan. Namun, penulis ingin memberikan perspektif baru dalam memandang punk. Terutama lewat sejarah dan hal yang mendasari munculnya kelompok ini, akan membuat perspektif lain dalam memahaminya. Bahkan, menurut penulis paham yang dianut kelompok punk memiliki kesamaan dengan paham sosialisme yang dicetuskan Karl Marx.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa punk pada awalnya merupakan sub-budaya dari daerah di Kota London, Inggris. Punk juga sering dikaitkan bahkan disamakan dengan skinhead(kelompok tertindas dari kelas pekerja di Kota London, muncul sekitar tahun 1960-an). Kemudian pada tahun 1980-an, punk menyebar dan populer di negara Amerika Serikat. Punk muncul sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan dan masyarakat “normal” yang menganggap kebebasan dalam berekspresi kelompok punk adalah hal yang menyalahi aturan dan terkesan tidak baik.
Craig O’Hara(1999) dalam artikelnya yang berjudul “Philosophy of Punk” menyebutkan tiga pengertian punk, yang pertama punk merupakan fashion dan musik, kedua, punk sebagai pemula yang mempunyai keberanian memberontak, memperjuangkan kebebasan, dan melakukan perubahan, dan yang ketiga punk adalah bentuk perlawanan yang hebat, karena menciptakan , musik, gaya hidup, komunitas dan kebudayaan sendiri. Kekecewaan akibat penolakan masyarakat menjadi alasan utama kelompok punk bisa bertahan hingga sekarang. Sejarah punk inilah yang mayoritas tidak diketahui banyak orang, sehingga sampai sekarang pun masih banyak yang mengganggap punk tumbuh dan berasal dari negeri Paman Sam itu.
Rasa sakit akibat dari sikap represif masyarakat terhadap kelompok punk membuat mereka sadar bahwa kebebasan berekspresi yang dijunjung tinggi selama ini tidaklah cukup untuk menjadikan kelompok mereka dianggap sebagai bagian dari peradaban manusia di dunia. Mereka mulai menganggap punk adalah gaya hidup dan lama kelamaan bertransformasi menjadi ideologi. Ideologi punk kini tidak lagi hanya didasari oleh kebebasan berekspresi, tetapi lebih kepada perjuangan untuk menjunjung dan membela kelompok yang ditindas oleh budaya dan pemerintahan saat itu, yaitu punk itu sendiri.
Cara mereka mengekspresikan diri mulai berkembang dan menjalar kedunia musik sehingga munculah aliran rock punk. Lirik-lirik lagunya pun berisi tentang rasa frustasi, kekecewaan, kehidupan kaum bawah, dan kritik terhadap pemerintah. Akibatnya genre ini pun dianggap nyeleweng dan tidak diberi kesempatan untuk dipublikasikan kepada publik. Namun, ada satu hal yang perlu digaris bawahi dari eksistensi kelompok punk, yaitu mereka memperjuangkan hak kaum tertindas dan menjunjung tinggi rasa equality atau persamaan derajat.
Dua hal utama yang diperjuangkan kelompok punk tidaklah berbeda dengan yang diperjuangkan oleh kaum marxisme. Marxisme lahir dan tumbuh dengan keadaan yang nyaris sama dengan kelompok punk. Kapitalisme tumbuh subur di berbagai belahan dunia ketika Karl Heinrich Marx berusaha untuk memperjuangkan kaum proletar yang ditindas oleh kaum borjuis. Orientasi perjuangan Karl Marx sama dengan yang ingin dicapai kelompok punk, yaitu persamaan derajat antara kaum bawah dengan kaum atas. Dalam buku Das Kapital-nya Marx menulis bahwa penyebab utama dari penindasan kaum borjuis terhadap proletar adalah adanya kepemilikan pribadi dan penguasaan kekayaan yang didominasi oleh orang kaya. Marx beranggapan bahwa paham kapitalisme harus diganti dengan paham sosialisme untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Beberapa kesamaan yang ada dalam paham kelompok punk dan paham sosialismenya Karl Marx adalah kedua paham tersebut bukan hanya dianggap dan dianut sebagai pandangan hidup para pengikutnya saja, tetapi lebih dalam lagi. Paham yang mereka anut seolah-olah sudah menjadi ‘agama’ kedua mereka. Gaya hidup mulai dari fashion, cara bergaul, hingga hal-hal yang bersifat personal dari setiap penganut paham kelompok punk misalnya, pakaian mereka yang tidak karuan dianggap sebagai bentuk kebebasan dalam berkspresi, gaya rambut seperti gergaji merupakan simbol perlawanan mereka terhadap pemerintah dan masyarakat yang mendiskreditkan mereka. Penganut paham sosialisme pun juga demikian. Mereka memakai berbagai atribut berlambang palu arit yang dicap sebagai lambang terlarang di Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap paham kapitalisme. Lambang tersebut memiliki makna peralatan yang selalu dipakai oleh kaum proletar untuk bekerja.
Selain itu, kesamaan yang dimiliki kedua paham tersebut adalah semangat kebersamaan dan kemandirian. Di dalam paham kelompok punk, ada semboyan ‘Do It Yourself’. Penganut paham ini menjadikan semboyan itu sebagai komitmen yang harus selalu dijaga dan dilakukan. Walaupun kebanyakan kelompok punk tinggal dijalanan dan terlihat seperti tidak terawat, mereka tidak pernah menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Mereka memilih untuk hidup terlunta-lunta dan menjadi pengamen, preman pasar dan juru parkir daripada harus hidup bergantung orang lain. Mungkin prinsip DIY yang mereka pegang itu menjadi salah satu alasan mengapa mereka tidak mau ikut satpol PP dan direhabilitasi. Rasa solidaritas antar sesama anggota kelompok punk juga patut mendapat apresiasi. Dari sekian banyak kelompok punk yang tersebar diseluruh kota di Indonesia misalnya.
Jika ada salah satu atau beberapa anggotanya tertangkap razia satpol PP, maka anggota yang lain akan bahu membahu untuk membebaskan anggota yang tertangkap. Selain itu, jika ada anggota kelompok yang dihina dan diserang oleh kelompok lain, maka sudah hampir pasti anggota-anggota yang lain akan ikut membantu, bahkan bisa menimbulkan tawuran massa. Jika di dalam kelompok punk memiliki prinsip DIY, maka paham sosialis sangat menjunjung tinggi rasa kebersamaan. Sudah jelas, hal itu karena mereka menolak paham kapitalisme yang mengagungkan kepentingan individu. Negara yang menganut paham sosialisme lebih mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi, walaupun yang dianggap bersama itu adalah negara. Kebijakan yang dikeluarkan pun juga berdasarkan kepentingan bersama rakyatnya.
Mereka lebih memaknai paham yang mereka anut sebagai satu tujuan yang harus dicapai dalam hidupnya. Sehingga munculah radikalisme dari sebagian penganut kedua paham tersebut. Dalam paham kelompok punk, muncul kelompok yang anarkis dan lebih cenderung mengindahkan prinsip-prinsip dasar dari paham kelompok punk itu sendiri. Mereka sering melakukan tindak anarkis dan kekerasan yang mengganggu masyarakat. Mabuk-mabukan, mencuri, balapan liar, pemerkosaan, dan tindakan lain yang merugikan orang lain identik dengan kelompok ini. Hal ini membuat citra dari kelompok punk menjadi lebih buruk lagi. Walaupun mereka berbuat seperti itu lebiih dikarenakan pembelaan diri atas identitas yang melekat pada diri mereka, hal itu tetap tidak bisa dibenarkan secara moral.