Lihat ke Halaman Asli

Menuju Satu Abad Nahdlatul Ulama

Diperbarui: 2 Mei 2018   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rois Syuriah PCNU Cilacap KH. Su'ada Adzkiya bersama Ketua Tanfidziyah terpilih KH. Drs. Nasrullah Muhson, M.HI (foto; Taufick)

Untuk kesekian kalinya, Nahdlatul Ulama Cilacap menyelenggarakan Konferensi Cabang, satu event yang memang diamanatkan oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama. Kali ini tema yang diusung adalah : "Menuju Satu Abad Nahdlatul Ulama, Meneguhkan Idiologi, Menguatkan Tradisi dan Kemandirian Organisasi."

Namun sebelum berbicara lebih jauh tentang tema, perkenankanlah kami sampaikan sedikit cerita, tentang Nahdlatul Ulama Cilacap masa-masa awal berdirinya. Ketika Almaghfurlah Gus Dur jadi Ketua Umum, masa-masa awal berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), beliau hadir dalam salah satu acara. Diantara perkataan beliau dalam pidatonya, beliau mengatakan bahwa : "Nahdlatul Ulama Cilacap adalah cabang kedua yang berdiri di Jawa Tengah sesudah Cabang Lasem." Itu yang pertama. Nuwun sewu soal benar tidaknya saya tidak tahu, tapi begitulah pernyataan beliau,

Yang kedua, salah satu pendiri Nahdlotul Ulama Cilacap membuat lagu Bahasa Jawa tentang tanggal dan tahun berdirinya Nahdlatul Ulama Cilacap :

"Pakempalan Nahdlatul Ulama, Cabang Cilacap Manggen Ing Kroya, Ngadeg Naliko Tanggal Kawan Welas Pebruari, Taun sewu sangang atus tigang ndoso setunggal Masehi. Kalau kita konversikan ke kalender Hijriyah, menjadi hari Sabtu Pon, 26 Romadlon 1349 H"

 "Menuju satu abad NU." Ya.. memang. Kalau dihitung, lebih-lebih dengan kalender Hijriyah, usia NU menjelang satu abad kurang satu periode kepengurusan. NU lahir hari Ahad Legi, Tanggal 31 Januari Tahun 1426, atau pertepatan dengan tanggal 16 Rojab 1344 H. Sekarang sudah Sya'ban 1439, jadi 95 tahun lalu, karenanya, siapapun yang jadi pengurus dari Konferensi Cabang ini, akan mengalami usia satu abad NU

 "Meneguhkan Idiologi", kata idiologi dalam tema, digunakan untuk membahasakan yang prinsip-prinsip, yang dalam NU antara lain yakni akidah dan syariah 'ala aswaja ahlusunnah wal jama'ah versi mayoritas Umat Islam di dunia. Versi ini kami tegaskan karena saat ada kelompok minoritas yang merasa lebih aswaja, lebih ahlussunnah wal jama'ah, hingga tega mebid'ah-bid'ahkan, bahkan mensyirik-syirikan mayoritas. Makanya menjadi keharusan mutlak, harus kita teguhkan, Ahlussunnah wal jama'ah versi mayoritas.

 "Menguatkan Tradisi." Ada dua tradisi orang NU yang harus dikuatkan. Yang satu, sepanjang apa yang kami ketahui adalah trademark-nya NU, dengan arti organisasi lain tidak secara intens melakukan, atau tidak bahkan melakukannya sama sekali. Musyawarah bahsul masail. Inilah trademark-nya NU yang sebenarnya. Urgensinya langsung diperlukan, untuk mengawal kemurnian ajaran Islam, yaitu kemampuan menelaah kutubut tusrots, kitab-kitab warisan para ulama salaf.

Munculnya sekelompok orang yang mendakwahkan diri memurnikan ajaran Islam, tapi tidak segan-segan melakukan takhrif terhadap kitab-kitab itu, ditambah perhatian anak-anak muda sekarang terhadap kemampuan menelaah kitab-kitab itu sangat lemah, menjadikan menguatkan tradisi musyawarah bahsul masail menjadi satu keniscayaan. 

Kedua, tradisi kumpul-kumpul banyak orang. Orang NU jagonya dalam hal ini. Ndilalah, medianya juga sangat beragam. Mulai dari Jam'iyyah Yasinan, Tahlilan, Barzanzi, Diba', Simtudduror, yang lebih besar, Haul, Maulid, Isro' Mi'roj, dan mungkin masih ada lagi, dan akhir-akhir ini Jama'ah Asmaul Husna. Mudah-mudahan tidak ada yang salah paham. Tanpa maksud mengecilkan semua itu, hanya ingin menyampaikan apa yang saya pahami. Keberhasilan mengumpulkan banyak orang, bukan parameter keberhasilan NU sebagai jam'iyyah. 

Sekali lagi, Keberhasilan mengumpulkan banyak orang, bukan parameter keberhasilan NU sebagai jam'iyyah, makanya jangan sampai kegiatan tadi mengurangi pelaksanaan program-program jam'iyah, atau celakanya jangan sampai dianggap sebagai program Jam'iyah itu sendiri.

Saya yakin, seberhasil apapun, kegiatan-kegiatan itu, tidak dapat menggantikan kehadiran NU sebagai jam'iyyah. Sekali lagi, seberhasil apapun, kegiatan-kegiatan itu, tidak dapat menggantikan kehadiran NU sebagai jam'iyyah dalam megawal kemurnian dan berlakunya Ajaran Islam. "Kemandirian Organisai." Indikasi paling mudah dilihat adalah, mampunya organisasi membiayai sendiri, kegiatan yang dilakukan, disampaing integritas tokoh-tokohnya terjaga. Sudah sangat lama orang-orang yang mengurus NU mendambakan kemandirian NU.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline