Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Perang Psikologis Itu di Depan Mata

Diperbarui: 23 Agustus 2017   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Perang psikologis itu di depan mata. Teruslah berjalan menghadapinya. Menurut kisah we-aa. Kalau mau maju harus siap dibenci, disalahsalahin, jadi aneh, jadi gila, atau nyeleneh. Maka dari itu jangan mundur dari medan perang. Mungkin satu saat merasa ada beban, ingin menyerah... itu adalah manusiawi. Tetapi Tuhan telah menciptakan manusia dengan kemampuan besar untuk menyelesaikan masalahnya. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Tidak ada DEAD END... yang ada adalah RE-ROUTE. Tetaplah fokus pada apa yang menjadi tujuan, jangan sampai salah menapaki jalan. Beberapa orang terjebak narkoba, karena ingin selalu lepas dari tekanan dan meraih kemenangan semu. Ingat kemenangan itu sejatinya ada pada hati yang tenang. Bukan karena kekayaan material ataupun kekuasaan tiranik.

Teruslah berjalan menyebarkan jala. Walaupun banyak hal yang akan memberikan halangan rintangan. Tapi anggaplah itu sebagai bagian dari kisah hidupmu. Lembaran demi lembaran kisah yang akan tertulis dalam catatan harianmu. Modalmu adalah dirimu. Demikian ujar Renald Kasali. Kendaraannya adalah jiwa. Kendaraannya adalah tubuh kita. Bagaimana seorang Presiden Amerika yang memiliki keterbatasan fisik bisa menjadi satu-satunya Presiden Amerika Serikat yang meraih berbagai penghargaan di bidang yang bermacam-macam. Itu tercapai karena ia melampaui kemampuan fisiknya, dan kemampuan mendisiplinkan jiwanya. Karena orangtuanya yang mendukung. Itulah si kumis Walrus.

Kebaikan dan kebaikan harus senantiasa disebar. Berbuat baik. Menjadi orang baik. Adalah perlu. Tetapi dalam hidup ini baik aja tidaklah cukup. Karena orang baik yang polos akan diterkam oleh sistem yang korup. Baik dan menggerakkan kebaikan. Lalu biarkan tangan-tangan Tuhan yang bergerak. Mirip nasihat temanku yang tinggal di bekas Dolly - selalu berprasangka baik kepada Tuhan, dan kepada manusia. Maka Tuhan akan selalu menjaga kita. Mungkin itulah yang digerakkan oleh Risma si Walikota pengeliling dunia yang merevolusi Surabaya. Jika bukan karena Bu Risma, maka saya tidak berani mendatangi eks lokalisasi Dolly. Kecuali karena tangan Risma yang penuh kasih merubah kota itu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Saya yakin banyak betul perang psikologis yang harus dihadapi bu Risma untuk merubah Surabaya hingga seperti sekarang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline