Lihat ke Halaman Asli

A A Kunto A

CoachWriter | CopyWriter

Agar Dibaca, Ini 5 Tahap Mengorganisasikan Ide Menulismu

Diperbarui: 21 Maret 2017   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Rahasia tulisan ada pada pikiran. Pikiran siapa? Pikiran penulis dan pembacanya. Bagaimana penjelasannya?

Sebelum tulisan dituangkan, ia telah terlebih dulu melampaui proses panjang. Sespontan apa pun suatu tulisan dihasilkan, tak sespontan itu ia dihasilkan. Baik di sisi penulis maupun pembaca, tulisan yang spontan dihasilkan dan pesan yang spontan dibaca telah melalui proses yang panjang, berlapis, dan kompleks.

Kita liat dari sisi penulisnya. Sebelum penulis berhasil memulai dan menyelesaikan tulisan, ia telah melampaui tahap-tahap ini:

Pertama, pencarian ide

Pertanyaan yang lazim berkecamuk di benak orang yang mau menulis adalah, “Mau menulis apa ya?” Saat pertanyaan itu diajukan, pikirannya bekerja mencari. Ia akan menjelajah ingatan secara inderawi: apa yang pernah dan sedang dilihat, apa yang pernah dan sedang didengar, apa yang pernah dan sedang dirasakan, apa yang pernah dan sedang dikerjakan, dan apa yang pernah dan sedang dipikirkan. Inderawinya menuntun penjelajahan ke dimensi masa lalu dan kini.

Untuk menambah jangkauan jelajah, pikiran juga menuntun untuk mencari ke bilik pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ia akan membuka perpustakaan di benaknya: apa yang sudah ia ketahui, apa yang sudah ia pahami, apa yang ia ahli. Ia pun akan membuka rekam jejak dirinya: apa yang sudah menjadi keahliannya. Ia pun menengok kembali garis tebal di syaraf-syarafnya: mana yang masih ia lakukan secara hafalan, mana yang sudah menjadi kebiasaan, dan mana yang sudah otomatis.

Kedua, penemuan ide

Penjelajahan panjang di pikiran itu sampai kepada pilihan. Awalnya masih terpajang banyak pilihan ide. Saking banyaknya, banyak orang urung menulis. Merasa terlalu banyak ide, tak tahu bagaimana memilihnya. Selain itu, ide yang pertama-tama ditemukan acapkali masih samar-samar, alias belum jelas wujud, ukuran, dan warnanya. Masih abstrak. Saat kita bersorak, “Nah, aku ada ide,” sejatinya kegembiraan itu masih di awang-awang. Pikiran kita masih memrosesnya sampai benar-benar jelas wujudnya.

Ketiga, penakaran ide

Besar-kecil, berat-ringan, dan berbobot-entengnya ide belum terukur pada mulanya. Saat spontan mencuat, ide masih terasa enteng, menyenangkan, dan bakal mudah diwujudkan. Efek “wow” hanya membawa pikiran kita kepada optimisme bahwa secara imajinatif ide itu sederhana. Nyatanya apakah sesederhana itu?

Maka, pada fase ini, pikiran kita mulai menakar ide tersebut. Pikiran akan menimbang-nimbang apakah untuk menulis artikel ide tersebut sudah cukup ringan, apakah untuk menulis buku ide tersebut cukup padat untuk diuraikan... Acap terjadi, mau menulis buku ide yang muncul hanya cukup untuk menulis artikel. Atau sebaliknya, mau menulis artikel namun muatan idenya terlalu kompleks seperti mau menulis buku. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline