Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Kaesang Hapeheman: yang Bucin Bisa Putus, yang Kembali Bisa Pergi

Diperbarui: 7 Maret 2021   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaesang Pangarep semasa cilik (Foto: Twitter/@kaesangp)

Cinta sejatinya bukan matematika, sekalipun tabiat hitung-hitungan acapkali menjadi sandaran kalkulasi bagi kaum bucin. Begitulah nasib yang tengah menimpa Kaesang Pangarep--instruktur senam yang multitalenan. Namanya mendadak kembali meledak di percaturan tagar viral di media sosial. Bukan karena omzetnya meroket, melainkan gara-gara cinta.

Adalah ibunda mantan pacar Kaesang yang mencak-mencak di media sosial. Main hitung-hitungan. Segala-gala dibawa-bawa. Janji setialah, tiba-tiba menghilanglah, janji menikahlah. Semua dibongkar habis. Hingga tandas. Hingga ludes. Hingga tuntas.

Malahan sampai menowel akun medsos Presiden Jokowi. Seakan-akan ada hubungan darah atau keturunan antara Kaesang dan Pakde Jokowi. Padahal peniaga yang berbadan tegap itu, seperti riuh digosipkan warganet, hanya mengaku-aku sebagai anak presiden.

Kendatipun benar Kaesang adalah putra Pakde Jokowi, seperti yang sering dikelakarkan oleh warganet, ajaib juga manakala urusan cinta dikait-pautkan dengan kepala negara. Pakde Jokowi sudah mumet, urusan negara kelewat menumpuk, janganlah pula diberat-berati dengan hal-hal yang menyangkut perasaan.

Apa pasal sehingga ibunda mantan kekasih Kaesang misuh-misuh di media sosial? Tidak, ah. Aku enggan mengulik bagian itu. Biarkan saja. Setiap orang punya masalah, setiap orang punya cara untuk melontarkan masalah, setiap orang punya strategi untuk terus bermasalah.

Aku cuma ingin berandai-andai. Begini. Seandainya aku adalah ibunda mantan pacar Kaesang, aku tidak akan membuka borok anakku dan diriku dengan meraung-raung di media sosial. Sekalipun aku kolokan, aku belum berani melakukan tindakan sememalukan itu.

Betapa tidak, dua negara terbawa-bawa. Gara-gara cinta yang bersemi semasa di kampus, amat sayang jikalau hubungan ketetanggaan antara Singapura dan Indonesia retak. Tidak etis tatkala urusan cinta membuat dua negara bertetangga tidak saling menyapa. Uh!

Okelah, Kaesang mendadak hilang tanpa kabar. Lo, namanya juga baru pacaran. Ada yang sudah menikah saja malah pisah, ini lagi baru cem-ceman. Apa kata dunia jikalau gagal besanan dengan presiden disamakan dengan kiamat. Aih, mentalku belum selemah dan serapuh itu. Memangnya cowok di dunia ini cuma Kaesang?!

Iba hati pula aku kepada anakku. Aku pasti akan memperhitungkan perasaan anakku. Apakah putriku senang hati? Adakah ia bergembira atau berbahagia karena unek-uneknya kuwakili? Jangan-jangan ia malah malu lantaran keretakan cintanya aku koarkan di medsos?

Aku boleh kesal, tetapi aku harus menggunakan matematika sebelum berkoar-koar di medsos. Jika semata-mata perasaanku yang kubela, kasihan perasaan anakku. Jika hanya perasaanku yang kupertimbangkan, bagaimana pula perasaan keluarga besarku. Mungkin macam tercoreng arang di bibir, mungkin.

Belum lagi kata-kataku bisa menyakiti hati Kaesang dan Jokowi. Mungkin mereka tampak tidak tersakiti, mungkin. Boleh jadi mimik mereka biasa saja, tetapi mana kita tahu daleman mereka? Hah, daleman? Maksudku, isi hati.

Komentar sedemikian di media sosial sebenarnya sampah. Tidak berguna. Hanya merusak nama baik diri sendiri. Hanya menambah-nambah rasa sakit. Kata Shakespeare, “Full of sound and fury, signifying nothing.” Memang benar begitu, kok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline