Lihat ke Halaman Asli

088 KusdiantoBerdikari

Mahasiswa UIN Walisongo

Di Balik Kata, ada Mimpi

Diperbarui: 3 November 2021   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pagi hari masih didepan layar pengetikan. Sebuah kata kurangkai kembali. Kata ini lanjutan setelah beberapa kata ku rangkai sebelumnya. Kepada kata dilayar elektronik ini ku susuri dan nikmati. Jari jemari nan asyik menggerakkan dilayar ketik tak mau henti. Pada kata dipagi ini ku tidak mengerti lagi, kemana kan kubawa si narasi kata dan luapan hati melalui jemari ini. 

Setelah menelaah dari sekian teori, materi, fenomena, problema hidup sekitar, menganalisa seadanya, kata perkata ku hendak bercerita dan menanggapi, entah substansial isi dan esensial sisi yang hendak dipresisi. Sebelum ku presisi disub bagian tertentu, tema spesifik, inginku bergerak dibagian kata (algoritma) semantiknya. 

Dari kata dan bahasa memiliki kekuatan dan daya tersendiri (pengaruh). Setiap butirnya mengandung arti luas dan kaya makna, sering alam pikiran ini enggan menengoknya. Lebih banyak tertarik di kalimat dan kesimpulan makna. 

Dan mengesampingkan kata dan isi, apalagi merunut setiap digit dan satuan kata yang ada, corak berfikir yg melompat tersebut bukan sekedar ada, dan setiap kepala manusia menjalaninya sebagai pola pikirnya. 

Terdapat fenomena kurang pedulinya seseorang pada kata disebabkan oleh belum memahami pendalaman makna, filosofi kata, esensi kata, dan tujuannya. Selain kata perkata ditengah masyarakat tidak terlalu dititik beratkan untuk dipelajari, karena yang dijadikan optiknya ketutup gaya bahasa, budaya, dan pesona bungkus (casing) dengan pembawaannya (retorik). 

Hubungan kata dan mimpi disini diasumsikan oleh sebuah framing dari pernyataan dan untaian kata dari seorang (subyek), kemudian dituangkan dalam konteks secara publik (obyek). Keterkaitan kata dan mimpi terdapat pada substansi, bukan simbolik. Secara sederhana kini ku ambil satu sampel, diantara banyaknya pilihan yang ada. 

Misalnya kata-kata yang menjadi sebuah quote yang dirangkai oleh seorang tokoh. Dari sosok legend dan fenomenal, menjadi sorotan orang dimana-mana (publik figur). Kata yang diutarakan atau disuarakan diruang publik. Ambil satu contoh sang proklamator Soekarno dan Moh Hatta. Dengan gagasan dan narasinya, sejak beliau memperjuangkan kemerdekaan dan mengisinya. Kata-kata yang terucap dari kedua figur tersebut menyiratkan sejuta makna bagi keadaan dan arah bangsa di sebuah negara. 

Pada konteks zaman tersebut sedang terjadi devisit literasi, minim pendidikan, hanya orang-orang tertentu yang mengerti dan sadar terhadap keadaan bangsanya. Tetapi para bung tampil dan lantang menggunakan kata demi kata, terangkai menjadi kalimat, dan dinarasikan sesuai pada kehendak zaman dan problem yang ada. 

Oleh sebab pada zaman era-1945.an mereka secara terhormat dan mendapatkan kesempatan dari bangsanya. Kata-kata darinya diucap dan tampilkan dimimbar, terliput dimedia, dan suasananya waktu itu relevan. Kata demi katanya terucap bukan hanya untuk memaniskan bibir dan sambutan agar didengar bagus untuk mendapatkan simpati saat itu semata (dimensi waktu), tetapi semua audiens dan publik yang meresponnya mendapatkan pesan dan getarannya, baik pendengar yg menyaksikan di tempo masa itu, pesan kata-kata yang hendak disampaikan masih memiliki relevansinya (terwariskan) bagi generasi manusia hingga sekarang. 

Kata mimpi ketika diutarakan dengan kata memang indah didengar, indah diingat dan memiliki daya magis luar biasa. Kekayaan kata dikepala memang diperlukan untuk bahan memahami setiap konteks problem yang ada. Setiap konteks memiliki sejuta arti dan makna apabila bisa dilihat dengan beberapa sudut  pandang yang logik. 

Kata demi kata adalah ilmu, inilah tepatnya. Kata yangg digunakan oleh siapapun, untuk bagaimana pun, untuk konteks atau bentuk apapun. Dan kata harus dipelajari sebagai ilmu bukan luapan emosi dan representasi sifat yang absurd, tetapi harus ditilik lebih jauh, dalam, dan luas, dengan jiwa, pemikiran, intelektual disiplin keilmuan kata tertentu. Agar kata yang keluar dari mulut, jari, tubuh, suara, isyarat (verbal-non verbal) memuat berbagai khasanah tertentu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline