Lihat ke Halaman Asli

Agung Setiawan

TERVERIFIKASI

Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Repotnya Membuka Surat Suara Bagi Warga Senior dan Disabilitas

Diperbarui: 17 April 2019   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena saya tidak membawa HP saat mencoblos, saya pake foto saudara saya, Cynthia Iskandar, yang melakukan pencoblosan di Kelapa Gading, Jakarta Utara. | Foto: Cynthia Iskandar

Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga. Hari ini, 17 April 2019, saya menjadi bagian sejarah Indonesia dan dunia dengan memberikan suara pada Pemilu terumit di dunia.

Pemilu di luar kebiasaan ini, turut memaksa saya bangun di luar kebiasaan, yakni jam 06.30. Padahal saya baru juga tidur jam 03.00, karena ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Dikatakan tidak biasa, karena hari ini Pemilu serentak untuk memilih Presiden, Anggota DPR, Anggota DPRD, dan Anggota DPD.

Konsekuensi yang cukup menonjol adalah jumlah kertas suara yang biasanya 1 atau 2 lembar, sekarang paling sedikit 4 lembar. Untuk di luar Jakarta, bahkan jumlah surat suaranya ada 5 lembar dengan tambahan pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Saya tidak pernah membayangkan seberapa besar kertas yang tersedia. Pun tidak berpikir bahwa surat suara mesti dibuka di hadapan para saksi sebelum mencoblos. Ternyata hal inilah yang membuat kita cukup rempong dan memakan waktu. Terlebih bagi mereka warga senior.

Pengalaman saya hari ini di TPS 109 Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, tidak sedikit warga senior yang gagap dan bingung. Umumnya, mereka kerepotan untuk membuka kertas suara yang terlipat beberapa kali. Sudah gitu, mesti dilipat kembali untuk dibawa ke bilik suara. 

Ada beberapa yang mencoba membawa surat suara dalam keadaan terbuka, tetapi karena kerepotan mereka berhenti dan terpaksa melipat surat suara.

Foto ilustrasi yang menggambarkan kerepotan memeriksa surat suara di hadapan para saksi, terutama bagi warga senior dan disalibitas. |Foto Cynthia Iskandar

Tidak berhenti di situ, saya sempat tertegun tatkala seorang warga senior maju ke panitia dengan menggunakan tongkat. Dengan ekspresi bingung, nenek tersebut mencoba membuka surat suara dengan susah payah. Pemandangan yang tidak mengenakan di tengah gelaran pemilu bersejarah ini.

Menurut saya, hal ini tidak perlu terjadi. Kita tentu sepakat, membuka surat suara di hadapan para saksi menjadi cara untuk memastikan kertas tidak rusak demi suara yang sah. Namun, membiarkan pemilih terutama warga senior dan disabilitas membuka sendiri tentu bukan satu-satunya cara. 

Bisa saja, salah satu panitia mendampingi mereka untuk membantu memastikan surat suara tidak rusak. Potensi kecurangan dengan menukar surat suara, saya pikir itu mustahil. Karena suasananya terbuka, banyak saksi, dan surat suaranya kan besar.

Berjalan Lancar
Menjelang Pemilu 2019, ada sejumlah pengamat memberikan catatan kritis terkait waktu pemilihan yang terbilang singkat. Hal ini mempertimbangkan jumlah surat suara dan pilihan yang ditawarkan cukup banyak. Belum lagi memperhitungkan waktu untuk membuka lipatan dan menutup lipatan surat suara, seperti yang diterangkan di atas.

Pengalaman di TPS saya, jam 07.00 warga sudah antre. Sekitar 15 menit kemudian, warga sudah mulai memberikan suaranya. Ternyata, apa yang saya alami cukup langka. Karena dari kabar group WA, di beberapa TPS di mana keluarga saya memilih ternyata tidak tepat waktu. Bahkan keluarga saya di Palembang, TPS-nya belum mulai walau sudah jam 08.00.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline