"Ketika manusia tidak lagi menggunakan empati dalam berinteraksi dengan apapun dan siapapun, maka kerusakan di bumi tidak terelakan."
Pernah terbayang oleh kita bila di dunia ini kehilangan manusia-manusia yang memiliki empati, apa yang akan terjadi pada bumi ini?. Saat kita menemukan orang yang berempati justru menjadi mangsa bagi kelompok orang-orang yang apati. Lalu yang apati semakin bertambah dan kehancuran di bumi ini semakin dekat alias kiamat kecil terus terjadi.
Empati dan apati adalah dua sifat yang bertolak belakang dan memiliki kebiasaan yang berbeda pula. Seiring waktu kita semakin banyak melihat praktik apati ini dimana-mana, lebih mengutamakan urusan pribadi daripada untuk kepentingan umum. Apa salahnya menggunakan hati dengan baik, tetapi itu adalah pilihan setiap individu, hanya individu yang memiliki kesadaran tinggi yang bisa mengutamakan kepentingan orang lain daripada dirinya yang sendiri.
Apakah orang-orang yang berempati semakin berkurang di zaman sekarang ini?. Mengapa semakin sulit menemukan orang-orang yang berhati tulus dan memiliki empati kepada orang lain?. Penyebab manusia menjadi apati dan merasa jera untuk berbuat kebaikan?.
Orang yang Memiliki Empati Semakin Berkurang  Â
Saya pernah ditanya oleh seseorang, apa dia harus melanjutkan rasa empatinya kepada orang lain? karena ia selalu dimanfaatkan orang lain membuatnya sedikit jera berempati kepada orang tersebut. Saya katakan padanya bahwa berempati adalah perbuatan baik, yang tidak benar adalah berempati kepada orang yang tidak tepat. Seperti apa orang yang tidak tepat itu?, orang-orang yang diberi pertolongan tetapi datang terus menerus dan hanya ingin diberi tidak bisa bersikap timbal balik padanya.
Bila berandai-andai, jika mayoritas manusia mau bersikap timbal balik tentunya kedamaian dan ketenangan akan terwujud. Orang yang memiliki empati tidak akan bersembunyi, agar tidak digunakan semena-mena. Berempati berasal dari dalam hati seseorang ke luar dirinya, namun fakta yang sering terjadi, orang yang memiliki empati seperti dipaksa untuk membantu dan memberikan apapun yang bisa ia lakukan untuk orang lain, itu bukan empati tetapi dipaksa.
Sang apati berdalih bahwa orang baik harus selalu berbuat baik walaupun mereka jahat padanya dan kejahatan semakin subur. Sang empati jera menjadi orang baik dan perlahan-lahan menjadi orang yang sama sepertinya untuk mengimbangi orang tersebut. Alhasil orang-orang apatis semakin tumbuh dan berkembang, dengan alasan menyelamatkan diri.
Berempati adalah perbuatan baik karena bisa merasakan hal yang dirasakan orang lain, tapi sesuai pada tempatnya. Persoalannya, kita menempatkan empati pada seorang manipulator dengan berbagai trik dan strateginya mengambil hati calon korbannya, akhirnya tertipu. Setelahnya menguasai, menggerakan dan menjerat dengan berbagai caranya.
Ini yang tampak saat ini, sulit sekali melihat mana manusia yang benar-benar memiliki empati dan mana yang hanya berpura-pura. Semakin marak ilmu pengetahuan beredar semakin banyak pula strategi yang digunakan oleh para manipulator tersebut, menggunakan ilmu untuk memanipulasi orang lain. Namun sayangnya, Sebagian lagi hanya sebagai penonton, tidak bereaksi dan melakukan apa yang menjadi haknya, hanya sebagai supporter saja tanpa aksi.