Setelah hanya menjadi rumor selama beberapa bulan terakhir, akhirnya Carlo Ancelotti benar-benar menjadi pelatih Timnas Brasil per 26 Mei 2025. Pelatih asal Italia itu diproyeksi memimpin tim di lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 dan Piala Dunia 2026.
Meski belum pasti lolos ke Piala Dunia 2026, peluang Selecao untuk berangkat ke putaran final sangat terbuka, karena hanya tinggal membutuhkan minimal 4 poin di 4 pertandingan sisa. Dengan materi pemain kelas dunia yang dimiliki, dan profil istimewa sang pelatih, seharusnya ini tidak sulit dilakukan.
Tapi, untuk ukuran negara juara Piala Dunia lima kali, keputusan CBF (PSSI-nya Brasil) mendatangkan pelatih asing, justru menunjukkan, adanya masalah serius, dalam pembinaan pelatih lokal di Brasil.
Ini cukup berbanding terbalik dengan pembinaan pemain, yang tetap rajin mencetak pemain berkualitas. Terlepas dari posisi sepak bola yang memang sudah lama jadi budaya populer Negeri Samba, minat anak muda setempat untuk menjadi pemain masih tinggi.
Selain karena punya bakat alam, sepak bola masih menjadi pilihan populer untuk keluar dari kemiskinan. Kombinasi bakat dan kebutuhan ini berpadu padan, dengan sistem pembinaan pemain yang sudah terbukti mampu mencetak pemain berkualitas.
Dari Pele sampai Ronaldo, lalu Kaka sampai Vinicius, Brasil selalu punya pemain bintang di tiap generasi.
Tapi, ketika masa pensiun datang, tidak banyak pemain bintang berminat jadi pelatih, dan semakin sedikit yang benar-benar sukses jadi pelatih, khususnya di kompetisi level atas dunia.
Sebagai contoh, Ronaldo menjadi pemilik saham klub Real Valladolid (Spanyol). Pele tidak pernah melatih selepas pensiun. O Rei bahkan sempat bertugas sebagai Menteri Olahraga Brasil periode 1995-1998.
Zico, yang bersinar sebagai pemain di era 1980-an sebenarnya cukup berprestasi saat jadi pelatih. Meski begitu, Si Pele Putih menghabiskan sebagian besar karier melatihnya di benua Asia, dengan antara lain menangani Timnas Jepang dan Irak.