Lantas kalau PR dihapuskan, bagaimana cara orangtua memastikan anaknya belajar?Â
Tentu dengan metode yang kekinian pula!Â
Apabila pada akhirnya, saya selalu guru diimbau untuk tidak memberikan PR, maka saya akan memberikan stimulus lain supaya anak tetap belajar. Akan tetapi, kesuksesan dari gagasan saya ini juga harus mendapat dukungan dari sekolah dan orangtua siswa.Â
Ide alternatif saya untuk menggantikan eksistensi PR yang dipandang sebagai "beban" bagi siswa adalah menginisiasi siswa untuk membuat proyek berkelompok.Â
Proyek ini paling tidak dapat selesai dengan dua pertemuan, yang berarti membutuhkan waktu pengerjaan selama 2 minggu.Â
Apabila hanya saya saja yang menerapkan skema pembelajaran proyek, maka siswa akan tetap merasa keberatan karena PR dari guru yang lain.Â
Namun, jika sekolah memfasilitasi para guru untuk menyusun silabus pembelajaran berbasis proyek di sekolah, maka gagasan ini dapat menjadi integrasi antar-mapel yang saling berkaitan.Â
Tidak hanya sampai di situ, peran orangtua juga sangat penting untuk memastikan siswa mengerjakan proyek dengan teman sekelompoknya.Â
Tugas orangtua di sini adalah sebagai pengawas di rumah yang diharapkan mampu memberikan feedback atau saran pada pengerjaan proyek anaknya.Â
Apabila ekosistem pembelajaran ini sudah terbentuk dan berjalan saling beriringan, saya yakin, tidak akan ada lagi siswa yang mengeluhkan PR dan malas menyelesaikannya.Â
Kita, sebagai guru perlu menanamkan komitmen dan sikap kooperatif pada siswa. Hal ini bertujuan agar mereka dapat memilih jenis proyek yang ingin mereka kerjakan, serta bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan proyek mereka sampai tuntas. Semua rangkaian proses itu harus dikerjakan secara berkelompok, agar sesama siswa dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang masing-masing.Â