Di tengah gempuran informasi digital dan isu menurunnya minat baca, sebuah terobosan signifikan datang dari Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar). Gubernur Suhardi Duka mencanangkan kebijakan tak hanya berani, namun fundamental: wajib membaca minimal 20 buku sebagai syarat kelulusan bagi siswa SMA/SMK sederajat. Ini adalah ikhtiar serius mengangkat derajat literasi masyarakat, khususnya generasi muda, yang dinilai teramat rendah di wilayah tersebut.
Ketika Literasi Menjadi Mandat: Respons atas Keresahan Nasional
Angka literasi di Indonesia, tak terkecuali di Sulbar, memang kerap menjadi sorotan. Suhardi Duka dengan lugas menyatakan, "Literasi kita rendah sekali di Sulbar, bahkan seluruh Indonesia rendah literasi kita."Â
Keresahan inilah landasan utama di balik kebijakan 'sedikit mewajibkan' ini. Menurutnya, kerendahan literasi pelajar tak semata bisa disalahkan pada teknologi. Ia menegaskan, ini hanyalah permulaan, dengan potensi peningkatan target hingga 60 judul buku di masa depan.
Kebijakan ini tak hanya berbicara angka, namun juga keteladanan. Dua buku bahkan diwajibkan secara spesifik: biografi pahlawan Andi Depu dan ikon integritas Jaksa Agung Baharuddin Lopa. Keduanya merupakan tokoh kebanggaan asal Sulawesi Barat yang telah mengukir sejarah penting bagi bangsa. "Untuk anak-anak kita mengambil keteladanan beliau," tutur Suhardi, menekankan pentingnya internalisasi nilai-nilai luhur melalui bacaan.
Membangun Ekosistem Literasi: Gerakan Kolektif dari Hulu ke Hilir
Program ambisius ini tidak berhenti pada siswa SMA/SMK. Suhardi Duka berharap para bupati di daerahnya turut mencanangkan kebijakan serupa bagi jenjang pendidikan di bawah kewenangan mereka. Ia mengusulkan siswa SMP wajib membaca 10 buku, sementara siswa SD minimal 1 hingga 2 buku. Ia juga menekankan peran krusial orang tua dalam mengawasi dan mendorong anak-anak membaca di rumah, mengingat pendidikan awal sebagian besar berpusat pada lingkungan keluarga.
Gerakan Peningkatan Literasi Masyarakat ini terlegitimasi dalam Surat Edaran bernomor 000.4.14.1/174//11/2025, tertanggal 5 Juli 2025. Kebijakan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Instruksi ini tidak hanya menargetkan siswa, melainkan berupaya membangun ekosistem literasi holistik, mencakup berbagai lapisan masyarakat:
- Pojok Baca di Instansi Pemerintah: Seluruh instansi pemerintah, dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, diinstruksikan menyediakan Pojok Baca atau Perpustakaan Mini. Tujuannya menumbuhkan budaya literasi di tempat kerja.
- Kunjungan Rutin ke Perpustakaan: Sekolah dari jenjang SD hingga SMA/SMK dan madrasah diwajibkan mengatur kunjungan rutin ke perpustakaan, minimal sekali seminggu.
- Peningkatan Kualitas Perpustakaan Sekolah: Pemerintah daerah diminta memastikan setiap sekolah memiliki perpustakaan layak dengan koleksi buku beragam, tidak terbatas pada buku paket saja.
- Dukungan Pendanaan BOS: Gubernur juga membuka ruang penggunaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) sesuai Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2023, guna menunjang sarana dan prasarana perpustakaan.
Sebuah Langkah Berani Menuju Kecerdasan Bangsa
Kebijakan wajib baca 20 buku di Sulbar ini merupakan langkah berani dan strategis dalam upaya jangka panjang meningkatkan kecerdasan serta daya saing bangsa. Ia bukan sekadar aturan, melainkan pernyataan tegas bahwa literasi adalah fondasi esensial bagi kemajuan.Â