Mohon tunggu...
Salwa oktaviani safitri
Salwa oktaviani safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Salwa Oktaviani Safitri, seorang mahasiswi yang gemar menulis puisi di waktu luang. Menulis baginya adalah bentuk pelarian yang menenangkan, sekaligus cara untuk menyuarakan hal-hal yang sulit diucapkan secara langsung.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga Sebuah Tanda Tangan

21 Juni 2025   02:00 Diperbarui: 21 Juni 2025   13:34 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh: Salwa Oktaviani Safitri

Kalau dipikir-pikir, tanda tangan itu kecil bentuknya, tapi bisa membawa dampak yang besar. Apalagi kalau yang menandatangani adalah pejabat atau orang yang punya kuasa. Sayangnya, di dunia nyata—dan seperti yang tergambar dalam video “Harga Sebuah Tanda Tangan”(https://youtu.be/Ly3oDdvAV2w?si=U1Rnf2dFa8OiX0iD)—tanda tangan itu tidak selalu lahir dari tanggung jawab, tapi bisa jadi hasil dari transaksi diam-diam.

Video tersebut memperlihatkan bagaimana seorang pejabat memanfaatkan posisinya untuk menerima suap demi mengeluarkan persetujuan. Urusannya macam-macam, mulai dari proyek pembangunan, pengadaan barang, sampai pencairan dana. Di balik satu tanda tangan, ternyata ada “harga” yang harus dibayar. Yang lebih menyedihkan, praktik seperti ini seolah sudah dianggap biasa.

Sebagai mahasiswa yang juga bagian dari masyarakat, saya merasa miris. Korupsi bukan cuma soal miliaran rupiah dan kasus besar yang masuk berita. Ia bisa bermula dari hal kecil seperti suap untuk mempercepat proses izin atau pengurusan dokumen. Dari situlah korupsi pelan-pelan tumbuh, merusak sistem, dan menciptakan ketidakadilan.

Dampaknya pun nyata. Masyarakat makin sulit percaya pada pemerintah. Dana publik yang seharusnya untuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan justru "bocor" di jalan. Proyek-proyek yang dibangun asal-asalan karena uangnya dipotong di banyak tahap. Dan pada akhirnya, yang paling dirugikan adalah rakyat kecil.

Fenomena dalam video ini sangat relevan. Tanda tangan bukan lagi soal validasi dokumen, tapi bisa jadi “komoditas”. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti kurangnya integritas, lemahnya pengawasan, dan budaya permisif terhadap korupsi kecil-kecilan.

Tapi kita tidak boleh pasrah. Harus ada upaya konkret untuk memperbaikinya. Menurut saya, beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

1). "Pendidikan karakter sejak dini, supaya generasi muda paham pentingnya kejujuran."

2. "Sistem administrasi yang transparan dan digital, agar mengurangi potensi pertemuan fisik yang rawan suap."

3. "Dukungan terhadap lembaga antikorupsi, seperti KPK dan lembaga pengawas lainnya."

4. "Memberikan penghargaan kepada pejabat yang bersih, agar integritas tidak sekadar tuntutan, tapi jadi nilai yang dihargai."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun