Dalam bahasa Jawa, “ngombe jamu” artinya minum jamu. Sementara “nguri-uri” artinya menjaga atau melestarikan.
Racikan jamu terdiri dari bahan-bahan alami yaitu rempah. Meminum racikan jamu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kesehatan.
Minum jamu merupakan sebuah budaya. Budaya diteruskan, menjadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Sejarah Jamu
Jamu berasal dari bahasa Jawa kuno yaitu jampi dan usodo, yang artinya penyembuhan dan kesehatan. Istilah jamu diperkenalkan ke publik melalui orang-orang yang dipercaya memiliki ilmu pengobatan tradisonal.
Budaya jamu sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Mataram. Penemuan artefak cobek dan ulekan serupa alat-alat membuat ramuan jamu, ada pada Situs Liyangan.
Sementara bukti-bukti lain seperti di Candi Borobudur pada relief Karmawipangga, Candi Prambanan, Candi Brambang, berupa relief yang mengisahkan tentang kesehatan dan kesaktian para pendekar dan petinggi kerajaan, dari latihan dan ramuan herbal.
Fakta bahwa perempuan lebih berperan dalam memproduksi jamu rupanya telah ada sejak zaman dahulu. Di mana pria juga berperan dalam mencari tumbuhan herbal alami.
Pengakuan Dunia terhadap Budaya Sehat Jamu
Budaya sehat jamu resmi dtetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO pada tanggal 6 Desember 2023. Budaya sehat jamu menjadi WBTb Indonesia ke-13, mengikuti dua belas elemen budaya Indonesia yang sebelumnya telah tercatat sebagai WBTb oleh UNESCO.
Kedua belas elemen itu adalah wayang (2008), keris (2008), batik (2009), pendidikan dan pelatihan batik (2009), angklung (2010), tari saman (2011), noken (2012), tiga genre tari tradisional di Bali (2015), seni pembuatan kapal pinisi (2017), tradisi pencak silat (2019), pantun (2020), dan gamelan (2021).
UNESCO menganggap budaya jamu merupakan sarana ekspresi yang membangun keterhubungan antara manusia dengan alam. UNESCO juga mengakui bahwa budaya sehat jamu sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG’s).