Sering kali persiapan mudik dan hari raya membuat perempuan kewalahan. Mumpung masih ada waktu, yuk pahami apa itu kinkeeping agar dapat berbagi peran dengan suami/istri selama lebaran nanti.
Pernahkah teman-teman Kompasianer mendengar tentang "kinkeeping"?
Belum ?
Bagaimana dengan kisah tentang ramadan dan mudik yang terasa tak lagi sama setelah sosok ibu atau nenek telah tiada, pernahkah Anda mendengar cerita semacam itu?Â
Well, saya mengalaminya. Pulang ke kampung halaman rasanya tak sama lagi sepeninggal Ibu dan Simbah Putri. Demikian pula hubungan dengan saudara-saudara.
Meskipun kami masih berusaha untuk saling berkomunikasi satu sama lain dan sesekali berkumpul untuk quality time, rasanya ada sesuatu yang hilang dan tak tergantikan.
Disadari atau tidak, perempuan adalah perekat keluarga. Konsep peran inilah yang didefinisikan sebagai kinkeeping oleh Carolyn Rosenthal, seorang sosiolog pada tahun 1985 dalam bukunya "Kinkeeping in the Familial Division Labor".Â
Kinkeeping didefinisikan sebagai peran untuk merawat dan memperkuat hubungan keluarga dan kekerabatan (Wikipedia). Kinkeeping memainkan peran yang penting dalam menjaga kohesi keluarga.
Berakar dari kata "kin" yang berarti kerabat dan "keeping" yang berarti merawat. Peran tersebut menyumbang secara signifikan terhadap modal sosial keluarga, dukungan emosional dan rasa saling memiliki dalam keluarga.
Kinkeeping mewujud dalam tindakan untuk menjaga agar anggota keluarga -- baik keluarga inti maupun keluarga besar - agar tetap saling terhubung satu sama lain. Melalui kinkeeping, nilai, tradisi dan sejarah keluarga diwariskan sehingga hubungan antar generasi dikuatkan.Â