Tahun ajaran baru tak hanya membawa semangat baru, tetapi juga tantangan dan peluang dalam dunia pendidikan. Salah satu langkah strategis yang akan mulai diterapkan adalah integrasi pembelajaran koding (pemrograman) dan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) ke dalam kurikulum sekolah.
Transformasi ini bukan lagi sebatas gagasan futuristik, melainkan sebuah realita yang mulai menampakkan wujudnya di ruang kelas.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara bertahap mendorong penguatan literasi digital siswa melalui pengenalan dasar-dasar logika pemrograman dan teknologi cerdas.Â
Ini sejalan dengan perkembangan dunia kerja dan kehidupan yang semakin terdigitalisasi. Pertanyaannya, sejauh mana guru siap menghadapi perubahan ini?
Mengapa Koding dan AI Penting Diajarkan?
Di era digital, kemampuan memahami teknologi bukan lagi nilai tambah, melainkan kebutuhan dasar. Koding melatih anak berpikir logis, sistematis, dan kreatif dalam menyelesaikan masalah.Â
Sementara AI, yang kini hadir dalam berbagai aspek kehidupan (dari pencarian internet hingga asisten virtual), perlu dikenalkan agar anak-anak tidak hanya menjadi pengguna pasif, tapi juga pencipta teknologi masa depan.
Negara-negara seperti Finlandia, Korea Selatan, dan Singapura telah lebih dulu memasukkan coding dalam pendidikan dasar. Indonesia mulai mengejar ketertinggalan dengan mendorong integrasi ini melalui Kurikulum Merdeka dan berbagai pelatihan pendamping.
Tantangan Guru: Kesiapan dan Adaptasi
Namun, perubahan besar ini tentu menimbulkan sejumlah tantangan, terutama di kalangan guru. Masih banyak guru yang merasa asing dengan istilah coding, apalagi kecerdasan buatan. Belum lagi keterbatasan fasilitas, akses internet, atau perangkat di berbagai daerah.