Ada satu kalimat yang keluar dari mulut Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang terdengar enteng tetapi menyimpan ironi mendalam:
"Sedangkan kita tidak perlu bayar apapun untuk ekspor ke Indonesia."
Kalimat itu lahir setelah pemerintah AS memutuskan memberlakukan tarif bea masuk 19 persen untuk sejumlah produk asal Indonesia---turun dari usulan awal 32 persen. Keputusan ini sempat disambut "lega" oleh sebagian eksportir dan pejabat perdagangan Indonesia. Namun, apakah ini benar-benar berita baik? Ataukah justru sebuah alarm keras yang kita abaikan?
Mengapa Tarif Itu Terjadi?
Perdagangan internasional bukan soal hitung-hitungan pajak semata, melainkan juga relasi kuasa. Amerika menilai beberapa produk Indonesia (terutama tekstil, alas kaki, furniture, dan barang karet) mendapatkan subsidi atau insentif tertentu yang dianggap menciptakan "unfair trade".
Ini bukan kasus baru. AS, Uni Eropa, hingga India pernah mengambil langkah serupa terhadap negara-negara berkembang lain. Tapi ada satu masalah mendasar: struktur ekspor Indonesia masih sangat rapuh, terlalu bergantung pada beberapa komoditas padat karya, dengan daya saing harga sebagai senjata utama.
Ketika tarif melonjak, harga jual ke pasar AS naik, dan barang kita menjadi kalah bersaing dengan produk Vietnam, Bangladesh, atau Kamboja yang punya perjanjian dagang lebih longgar.
Kilas Angka: Ketergantungan dan Kontradiksi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS):
- Nilai ekspor Indonesia ke AS tahun 2024 mencapai US$ 27,6 miliar, tumbuh sekitar 4,1 persen dibanding 2023.
- Sektor tekstil dan alas kaki menyumbang sekitar 30 persen dari total ekspor non-migas ke AS.
Inilah letak paradoksnya: kita terlalu tergantung pada segmen pasar yang paling sensitif terhadap kenaikan tarif. Ketika Vietnam menandatangani perjanjian dagang bebas dengan AS (meski tidak penuh seperti Meksiko atau Kanada), Indonesia tertinggal---kita belum punya free trade agreement (FTA) dengan AS.
Ekonomi Politik Tarif: Trump dan Retorika 'America First'
Pernyataan Trump "kita tidak perlu bayar apapun untuk ekspor ke Indonesia"Â sangat Trumpian: provokatif sekaligus faktual.