SEKALI LAGI, kerabat mengajak bertualang ke pantai. Ia hendak mengambil sampel tanah di sekitar tepi laut untuk tujuan penelitian. Naik transportasi umum. Bukan kendaraan pribadi.
Perjalanan berangkat sampai pantai pada Sabtu pekan lalu tidak mengalami kendala berarti. Namun, penyeberangan laut dan pulangnya mencari angkutan ke stasiun Tangerang menjadi tantangan tersendiri.
Tangerang? Ya, berkelana ke pantai Tanjung Pasir di Kabupaten Tangerang. Tidak hanya sampai di situ, tapi menyeberangi laut menuju Pulau Untung Jawa.
Pagi, meski tidak terlalu pagi, saya bersama dua kerabat naik angkot rute 12 menuju stasiun Bogor. Naik Commuter Line jurusan stasiun Kota. Transit di stasiun Manggarai pindah kereta jurusan stasiun Duri, lalu ganti lagi Commuter Line menuju stasiun Tangerang.
Tap kartu di gate keluar, saldo uang elektronik terpotong Rp8.000 untuk perjalanan Bogor-Tangerang.
Keluar stasiun, berjalan sedikit ke tikungan jalan untuk menunggu angkot biru muda 05 jurusan Batu Ceper. Ongkos Rp4.000 per orang sampai Pintu Air, Kota Tangerang. Kemudian naik Elf jurusan Teluk Naga, yang menaik-turunkan penumpang di sepanjang perjalanan. Ongkos hingga tujuan terakhir Rp10.000 per penumpang.
Tidak ada pengalaman luar biasa dalam perjalanan, selain macet akibat perbaikan jalan. Pada satu titik Elf memasuki jalan sempit dan permukiman. Memutar demi menghindari macet.
Di Kampung Melayu Timur, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang pindah ke angkot putih jurusan Tanjung Pasir, sebuah pantai yang terletak di salah satu ujung Kabupaten Tangerang. Ongkos Rp10.000 per orang.
Angkot putih berjalan perlahan, demi mengindari lubang di sana sini akibat dilindas ban truk-truk besar. Terlihat dua batching plant (pabrik beton siap pakai atau ready mix) di sisi kiri jalan Tanjung Pasir Raya.
Kata sopir angkot, "Jalan rusak mulu dilewati truk-truk besar kawasan pengembangan PIK."