Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekacauan Lalu Lintas Bukan Salah Pengendara

4 November 2022   04:08 Diperbarui: 24 November 2022   15:11 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada istilah "Sopir Medan" yang beberapa kali saya dengar dalam guyonan. Sopir Medan diasosiasikan dengan orang Medan yang mahir menyetir atau mungkin lebih tepatnya berani dan sigap. Jangan meragukan kemampuan menyetir orang Medan, begitulah inti guyonan tersebut. Kesannya memuji si individu tetapi sebenarnya penggambaran negatif kondisi lalu lintas di Medan.

Candaan itu secara tidak langsung menyatakan bahwa lalu lintas di Medan buruk dan berbahaya sehingga skil menyetir seseorang akan terasah seiring jam mengemudi. Jika mampu menyetir di Medan, orang tersebut dianggap mampu menyetir di kota lain karena tingkat kesulitannya diasumsikan lebih rendah dibanding Medan.

Terlepas dari Anda setuju atau tidak dengan ungkapan di atas, seorang pelancong asing pernah menumpahkan kekesalannya akan Kota Medan di blognya. Salah satu alat ukurnya adalah lalu lintas. Memang, berkendara di Medan itu harus didukung kesiagaan penuh dan refleks yang bagus karena kendaraan atau pejalan kaki bisa muncul dari arah mana saja secara tiba-tiba.

Sebenarnya bukan hanya di Medan, lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia juga semrawut jika dibandingkan dengan negara maju. Tahun 2017, Jakarta diberikan peringkat ke-12 untuk lalu lintas terburuk di dunia oleh survei Inrix. Kemacetan memang alasan yang utama tetapi di tengah kemacetan itu, terjadi atau turut disebabkan ketidaktertiban berkendara sehingga lalu lintas menjadi kacau.

Sebenarnya kekacauan lalu lintas bukanlah salah para pengendara melainkan pemerintah. Kalimat ini terlihat provokatif, ya, tetapi sesungguhnya filosofis. Ikuti penjelasan selanjutnya.

Ketidaktahuan

Menurut hemat saya, kekacauan lalu lintas disebabkan dua hal. Pertama, pelanggaran yang disengaja dan kedua, ketidaktahuan peraturan dan etika. Menerobos lampu merah jelas sebuah pelanggaran yang disengaja seperti halnya melawan arah tetapi banyak kekacauan di jalan raya yang disebabkan oleh ketidaktahuan.

Salah satu contoh, banyak pengendara tidak paham bahwa ia tidak boleh berhenti di tengah-tengah persimpangan. Jika kondisi persimpangan macet, pengendara di jalur yang mendapat lampu hijau seharusnya tidak masuk ke area silang persimpangan tetapi menunggu sampai persimpangan cukup lengang agar dapat dilalui sebelum lampu di jalur lain berubah hijau. 

Karena jika kendaraan kita terjebak di tengah persimpangan, maka kendaraan dari jalur yang lampunya telah hijau akan terhalang kendaraan kita. Demikian selanjutnya ketika jalur yang lain bergantian mendapat lampu hijau, situasi menjadi lebih kacau.

Contoh lain adalah batas kecepatan berkendara. Relatif banyak pengendara yang tidak tahu batas maksimum laju kendaraan di dalam kota. Meski aturannya sudah tertuang di UU 22/2009 kemudian diperinci di Peraturan Menteri Perhubungan 11/2015 tetapi faktanya banyak pengendara yang memacu kendaraannya melebihi 30 km/jam di kawasan pemukiman dan melebihi 50 km/jam di jalanan kota. Patut diduga, tidak banyak orang yang tahu undang-undang dan peraturan menteri tersebut.

Aturan ritsleting

Ada satu aturan lagi yang jarang dipraktikkan di Indonesia, setidaknya di Medan. Yaitu ketika jalan menyempit, dari dua jalur menjadi satu, maka seharusnya pengendara dari kedua jalur saling bergantian masuk ke jalur tunggal. Prinsip ini dikenal dengan prinsip ritsleting atau kancing tarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun