Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuhan, Mohon Ampun

14 Mei 2025   16:47 Diperbarui: 14 Mei 2025   16:47 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
by. Aaron Burden/ unsplash.com

Tuhan selalu menitipkan sesuatu kepada hambanya tentu ada maksud tertentu. Bahasa sederhanya, ada rencana Allah dibalik semua hal yang menimpa kita.

Ada hikmah atau pelajaran berharga di balik setiap peristiwa hidup kita. Rasa sakit yang kita rasakan adalah bentuk kasih sayang Allah untuk mengahpus dosa kita di bumi ini.

Beberapa hari sejak meyapa bulan Syawal ini. Saya dan Nyonya (istri) mengalami ujian sakit secara bersamaan.

Ya. Batuk yang tak henti-henti hingga detik ini ketika tulisan sederhana ini digoreskan.

Kepada pembaca budiman saya mohon untuk mengrimkan doa kesembuhan buat kami berdua. Semoga Allah yang membalas kebaikan kalian berupa lipatan ganda pahala tersebab berkenan mendoakan sesama hamban-Nya.

Tangis Siang itu Pecah Haru

Siang hari kala seusai ngopi pagi hari dan panas badan mulai menurun. Naman dahak di krongkongan leher masih saja menyiksa.

Saya berkesempatan mengunjungi salah satu sepuh di dekat pesantren Tebuireng yang sedang mengalami penyakit serias. Asam Urat orang-orang mengenalnya hingga seppuh ini harus terbaring lama di kasurnya.

Dalam kunjungan kali ini mendengarkan cerita sang seppuh. Singkatnya, beliau bercerita bahwa beliau malu jika santri itu berhenti berjalan jika menemui beliau di jalan sebagai bentuk takzim dan tingginya akhlak para santri.

Tidak lama kemudian tangis pecah dari bibir beliau. "Aku ini kotor, tak selayaknya santri menaruh takzim". Ungkap sepuh tersebut sambil memecah tangisnya bersama perih sakit yang dideritanya juga.

Tuhan Ampuni Aku

Pecahnya tangis di atas mengingatkan diri ini sekaligus sebuah nasihat yang amat dalam. Bahwa kita harusnya selalu merasa bukan siapa-siapa karena memang lumuran kotornya dosa yang telah banyak tergoreskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun