Pendidikan bukan sekadar formalitas. Ia adalah ruh dari peradaban serta pondasi dari bangsa yang ingin berdiri tegak di tengah dunia yang terus bergerak. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan. Bukan hanya karena itu tertulis dalam konstitusi tapi karena mereka adalah manusia. Titik.
Anak-anak lahir ke dunia ini seperti kertas kosong. Penuh potensi namun belum tahu arah. Di sinilah pendidikan hadir sebagai kompas kehidupan.
Pendidikan bukan sekadar mengejar gelar atau memburu ijazah. Pendidikan adalah seni membentuk manusia agar sadar jati dirinya.
Kalau pendidikan hanya soal pengakuan sosial maka kita kehilangan makna sejatinya. Kita hanya mencetak robot bergelar, bukan manusia yang peka dan bijak.
Yang harus kita tanamkan adalah bahwa pendidikan adalah proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebuah misi jangka panjang yang butuh komitmen.
Mendidik bukan pekerjaan musiman. Ia bukan tren yang bisa ikut-ikutan. Ia adalah proses panjang. Memang perjuangan yang sangat berat tapi mulia.
Guru yang baik bukan hanya yang pintar menjelaskan pelajaran. Tapi yang sabar memahami tiap keunikan muridnya. Begitu pula selaku menjadi orangtua yang baik.
Setiap anak punya spektrum kemampuan yang berbeda. Ada yang cepat menyerap namun ada pula yang butuh waktu dan pendekatan yang bervariasi.
Maka, menyamaratakan cara mendidik adalah bentuk ketidakadilan. Kita harus belajar mengenali warna karakter setiap anak.
Ada anak yang kinestetik, ada yang visual, ada pula yang auditori. Kalau kita paham ini maka cara kita mendidik pasti lebih tepat sasaran.
Sayangnya, masih banyak yang berpikir bahwa mendidik itu hanya tentang nilai akademik. Padahal, nilai kehidupan jauh lebih penting.