Mohon tunggu...
Izza Syifa
Izza Syifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang menumpang menuang pikiran

Many things can bring you down. But the only thing that really can knock you down is your attitude. -R.A Kartini.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bukan untuk Mengejar Bahagia

20 Juni 2021   11:42 Diperbarui: 20 Juni 2021   11:46 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

"Apa tujuanmu dalam hidup?"

Pertanyaan yang membuat setiap kita mengernyitkan dahi saat membacanya. Tentu ini sangat mudah untuk dijawab.

Tujuan manusia dalam hidup tidak lain adalah untuk bahagia.

Iya, bahagia. Memang untuk apalagi?

Bahagia saat kita mencapai kesuksesan. Memiliki rumah mewah dengan tv ber-netflix di dalamnya, pasangan sempurna dari segi fisik dan kepribadian, karir yang menanjak, finansial yang stabil sehingga mampu sepuasnya berbelanja tanpa harus melihat tag harga.

Tidak kurang, begitulah standar bahagia yang semua manusia ingin dapatkan.

Namun, pada hasil penelitian ditemukan bahwa saat dalam perjalanan mengejar kebahagiaan, banyak manusia yang merasa tidak bahagia, walaupun mereka telah mencapai beberapa standar kebahagiaan seperti yang telah disebutkan di atas. Hal ini didukung pada kenaikan data bunuh diri di seluruh dunia. Nyatanya, semakin hari semakin bertambah manusia yang merasa depresi, cemas, dan sendirian. Lantas apa benar tujuan dalam hidup ini untuk mengejar kebahagiaan?

Menurut psikolog Emily Esfahani Smith, budaya kita saat kini terobsesi dengan kebahagiaan, sehingga semua orang berlari jatuh bangun mengejarnya. Padahal, sebenarnya yang mereka butuhkan adalah sebuah makna dalam kehidupan. Makna hidup memiliki arti yang lebih dalam daripada kebahagiaan.

Mengutip dari psikolog Martin Seligman, makna muncul dari rasa memiliki dan melayani sesuatu melebihi diri sendiri, serta mengembangkan hal terbaik dalam diri. Setelah diteliti, orang yang memiliki makna dalam hidup cenderung lebih tabah, lebih baik dalam sekolah atau pekerjaan, bahkan lebih panjang umurnya.

Memiliki makna dalam kehidupan lebih berarti dari sekadar merasakan kebahagiaan dalam kehidupan. Jalan yang ditempuh untuk mencapainya pun tidak serta merta mudah dan menyenangkan. Sebagai contoh, atas dasar apa seseorang memilih pekerjaan sebagai seorang guru dari murid-murid yang tidak tahu diri dan cenderung suka membantah? terlepas dari kehilangan kesabaran diambang batas yang sering dialami, jawaban sederhana mereka yakni: "karena dengan berbagi pengetahuan yang dimiliki dan mendidik seorang anak menjadi pribadi yang lebih baik, membuat hidup saya lebih berarti."

Di lain contoh, jika kebahagiaan menjadi tujuan hidup, seorang anak tentu akan lebih memilih meninggalkan orang tua nya yang sudah tua renta di rumah gubuknya, dibanding bersusah-susah mengurusnya sampai akhir hayat. Dalam hal ini kita melihat bahwa, menjadikan kebahagiaan sebagai pedoman hidup adalah sebuah moral yang buruk. Sebaliknya, dalam pencarian makna, seseorang akan menjadi kuat dalam mengahadapi apapun tantangannya, dan hal ini membawa kepada kebaikan.

Melayani orang lain lebih dari diri sendiri, kadang hal itulah yang membuat diri ini bahagia, tanpa kita sendiri yang harus mengejarnya.

Sama halnya dengan mengembangkan hal terbaik dalam diri sendiri, itu juga termasuk dalam ekspedisi pencarian makna kehidupan. Bagaimana caranya? salah satunya dengan melawan ketakutan yang selama ini menggerayangi diri untuk melangkah menjadi lebih baik.

Dari buku Big Magic, karya Elizabeth Gilbert dikatakan bahwa di setiap diri manusia terdapat harta karun terpendam. Tergantung dari individu tersebut, apakah ia ingin menggalinya atau tidak. Masalahnya, kebanyakan dari kita terhalang ketakutan yang membuat kita tidak bergerak untuk mencarinya. Padahal, kita hanya butuh sedikit lebih berani untuk dapat menjalani kehidupan yang kreatif, yakni kehidupan yang mengedepankan rasa keingintahuan dibanding rasa takut.

Kisah mengenai kehidupan kreatif, seorang wanita umur 40 tahun bernama Susan mencoba bermain papan luncur setelah dirinya memutuskan untuk berhenti bermain saat muda, karena dirinya tidak merasa cukup berbakat. Saat ditanya oleh Elizabeth, apa yang membuat dirinya melakukan hal ini lagi?

"Aku memikirkan kapan terakhir kali aku merasa benar-benar lepas, bahagia dan kreatif sebagai diriku sendiri. Setelah kuingat, terakhir kali aku mengalami perasaan-perasaan tersebut pada masa remaja, saat aku bermain papan luncur." jawabnya. Tanpa ragu, ia menjawab penasarannya, apakah kini ia akan sebahagia dulu saat  bermain papan luncur?

Sampai saat ini, Susan masih bermain papan luncur, dan tidak merasa malu untuk bergabung bersama anak-anak 9 tahun yang juga bermain papan luncur. Ia hanya ingin bermain papan luncur, dan memutuskan untuk meluangkan waktu lebih banyak untuk dirinya agar dapat merasakan bahagia.

Begitulah kekuataan makna dalam hidup.

Kebahagiaan datang dan pergi, namun saat hidup membaik dan kadang menjadi sangat buruk, memiliki makna akan memberikan anda suatu pegangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun