Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selisik Hati

2 Oktober 2022   22:04 Diperbarui: 2 Oktober 2022   22:13 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Meskipun begitu, Bapak bagiku merupakan sosok lelaki yang hebat, dan penuh kasih.  Di balik kekasarannya, terselip cinta yang begitu tulus. Sejak kecil diriku sering terkena penyakit gatal. Entah gen dari siapa, jenis kulitku kok  mudah terluka dan bernanah.

 Apalagi jika hujan mulai turun. Hatiku begitu resah, karena tipe kulitku yang sensistif mudah sekali terkena jamur. Mulai dari eksim, gatal, serta luka dan bernanah seakan menjadi langganan di kulit.

Saat penyakit  kulit itu datang, badanku sering menjadi panas. Sekali garuk saja, langsung paginya sudah bernanah. Air nanah pun mudah sekali menular ke mana-mana. Rengekan dan tangisanku menjadi senjata ampuh untuk meluluhkan hati Bapak.

"Pak, eksimku kumat lagi. Aku nggak bisa jalan, telapak kaki kiri penuh nanah, Pak. Nggak bisa sekolah dan bermain. Pakai sepatu atau sandal juga sakit."

"Ya Allah, pasti kemarin kamu main air, ya? Atau makan makanan yang bikin gatal? Bapak kan sudah bilang, hati-hati jika makan. Waduh, ini harus segera diobati," kata Bapak dengan sedikit gusar saat melihat dan memegang  kakiku  yang sudah timbul nanah dan sedikit bengkak.

Kulihat lelaki itu mondar-mandir di ruang tengah. Rokok yang diisapnya kembali mengepul, mengeluarkan asap tebal, hingga seluruh ruangan berbau rokok. Namun, wajah tuanya tidak dapat membohongi. Dia tampak berpikir keras untuk suatu hal. Tiba-tiba, lelaki itu minta izin padaku untuk keluar sebentar. Aku tidak mengerti apa yang akan dilakukan Bapak.

"Ntar, Bapak akan ke rumah Pak Rohmat. Semoga beliau ada di rumah."

Mau ke rumah Pak Rohmat? Untuk apa, sih, sore-sore begini?  Ada urusan apa? Lirihku dalam hati.

Tidak berapa lama kemudian, Bapak sudah kembali ke rumah. Wajahnya tampak ceria sekali. Lelaki itu menemuiku, dan membisikkan sesuatu di telinga kanan.

"Sebentar lagi Bapak membeli obat untuk kakimu itu. Kamu sabar, ya?"

Aku mengangguk pelan tanda setuju. Kulihat kakiku yang semakin membengkak, panas badan juga sedikit meninggi, gara-gara kaki bernanah. Selera makan juga berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun