Dalam hati sebenarnya agak kikuk dan galau juga karena kondisi keluargaku yang berantakan. Apa kata Adit jika mengetahui  hal yang sebenarnya. Namun, perasaan itu sengaja kusembunyikan, dan bersikap baik-baik saja.
Seperti yang telah dijanjikannya, Sabtu siang Adit pun ke rumah. Sorot matanya berbinar cerah,  terlihat berbahagia dapat menemui kakak-kakakku,  juga Ibu.  Beberapa kali laki-laki itu  menyampaikan rasa bangganya  dapat berkenalan dengan saudaraku.Â
Sampai waktu salat Asar tiba, dia belum ingin pulang. Mungkin betah mengobrol dengan saudara-saudaraku. Saat hujan mulai turun dia malah minta pamit untuk pulang. Jas hujan pun lupa dibawanya. Aku menawarkan sebuah payung untuk dibawanya pulang, sekadar mengurangi basah tubuhnya.
Keesokan hari, saat pulang sekolah, Adit menyampaikan rasa terima kasihnya karena telah dipinjami payung, serta dapat berkenalan dengan saudaraku. Berkali-kali dia mengucap syukur sudah diperkenankan main di rumah.