Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Distopia

29 September 2022   22:40 Diperbarui: 29 September 2022   22:44 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kenyataan kadang lebih menyakitkan daripada impian. Namun, menyadari takdir,  sedikit membuat lega, meskipun tidak mudah.

Bukan keinginanku untuk menjadi seperti ini. Aku tidak gila, atau hilang ingatan. Namun, begitu dalam rasa ini, tidak mampu menerima kenyataan hidup yang kurang berpihak. Sakit. Benar-benar sakit hatiku saat semua hancur. Hidup terasa bagai di awang-awang. Melayang tanpa arah. Angin pun tidak pernah berpihak, membuat makin oleng.

Anak, istri, seakan tidak mengakuiku lagi sebagai anggota keluarga. Apakah karena kini keadaanku miskin? Hartaku telah hilang lenyap karena ulah teman? Gila! Hidup bak roda raksasa, yang siap sewaktu-waktu berubah arah. Sayangnya, aku tidak sanggup berada di posisi rendah.

Aku, Yatman, lelaki bodoh yang kini makin tampak sebagai lelaki tidak berguna. Hidup bagai dalam skenario sinetron, yang siap dengan segala kejutan.

Hidupku memang selalu dalam kelimpahan harta. Hampir tanpa bekerja pun uang dengan mudah kudapatkan.

"Man, mbok ya nek njikuk duit ki kira-kira, to?  (Man, jika ambil uang sewajarnya). Protes Simbah suatu hari saat mendapati diriku mengambil segepok uangnya yang ada di bawah tikar pandan. Aku hanya melirik perempuan tua yang masih pintar menghasilkan uang. Simbah laksana mesin uang yang siap cetak sewaktu-waktu. Meski usianya senja, tetapi Simbah sebagai dukun bayi hampir tidak pernah sepi dari order. Namanya dikenal sampai kampung tetangga.

Uang yang pada saat itu begitu berharga, hanya kuhamburkan untuk berfoya-foya, tidak jelas tujuan hidupku. Sayang sekali sebenarnya, Simbah yang sudah sepuh saking sayangnya pada semua cucunya semua dimanjakan dengan uang.

Bayangkan saja, bangun tidur, sudah ada orang mengetuk pintu. Tamu yang minta tolong untuk dipijit, biasanya membawa bayi yang agak rewel. Tangan Simbah yang sudah berkeriput itu seakan mengandung jampi-jampi penyembuhan.

Sekali sentuh saja, bayi tadi kembali sehat, tidak rewel lagi. Keahlian Simbah yang didapat dari neneknya mendatangkan rezeki bagai aliran sungai deras.

Bahkan, menurut beberapa pasien yang menjadi langganan, belum masuk ke rumah Simbah saja, mereka sudah sembuh. Entahlah energi apa yang membuat Simbah begitu sakti, dapat menyembuhkan sakit bayi.

Sebagai dukun yang sering membantu bayi jika sakit, Simbah tidak pernah mematok tarif. Berapa pun yang diberikan diterima, dan langsung diletakkan di bawah tikar pandan tempat untuk memberikan terapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun