Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salah Sangka

15 Juli 2021   13:40 Diperbarui: 15 Juli 2021   14:02 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mas, makanan ini dari mana? Dari janda genit sebelah itu lagi, ya? Awas, hati-hati, lho Mas. Jangan-jangan ada peletnya, nanti kena guna-guna," protesku pada Mas Haris.

Pagi itu Bu Wati__tetanggaku yang janda__ memberikan sebuah mangkuk berisi gulai jeroan.

"Hus, jangan asal ngomong, Bu. Salah-salah menjadi fitnah, nanti," jawab Mas Haris dengan mata sedikit memelotot.

"Ya, gimana nggak curiga, hampir saban hari dia memberi makanan, atau apa entahlah mungkin sekadar sebagai sarana pendekatan. Nah, siapa tahu kecurigaanku benar, ya, kan, Mas?" Mulutku agak manyun menahan rasa kecewa dan curiga.

Mas Haris dengan cepat menutup mulutku dengan kedua telapak tangannya. Dia memang paling tidak suka dengan keributan yang terjadi dalam keluarga.

Reaksinya menutup mulutku sudah merupakan isyarat keras bagiku untuk berhenti mengomel. Apalagi saat pagi hari. Katanya mengomel pagi hari menyebabkan jauh dari rezeki. Entahlah benar atau tidak, tetapi dia paling tidak suka dengan ocehanku pagi itu. Dia pun berlalu, membereskan keperluannya untuk segera berangkat kerja.

Meski wajahku ditekuk, karena sedikit kecewa atas sikapnya, terpaksa aku pun menerima protesnya. Kupandangi gulai jeroan itu, lalu kulompati tujuh kali.

Teringat kata orang tuaku dulu, untuk menolak kiriman santet, maka barang pemberian orang lain harus dilangkahi dulu, agar tidak mempan.

Ini sudah kesekian kali oleh-oleh atau makanan yang sengaja diberikan janda itu pada keluargaku.

Aku, Hima, seorang ibu rumah tangga dengan dua anak yang masih berusia belasan tahun.  Lima belas tahun yang lalu aku dinikahi Mas Haris. Kini, aku tinggal di rumah kecil yang dibeli dengan hasil jerih payah Mas Haris sebagai pegawai swasta.

Kehidupanku dapat dikatakan cukup secara ekonomi, kondisi keluarga juga aman, tidak ada masalah. Justru akhir-akhir ini, kadang ada sedikit gejolak setelah Bu Wati yang merupakan janda ditinggal mati suaminya beberapa bulan yang lalu, suka memberikan sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun