Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Jomlowati

23 Maret 2021   11:41 Diperbarui: 23 Maret 2021   12:10 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ah,  sebuah pilihan yang sulit. Aku harus mempersiapkan hati yang siap terluka lagi.

Aku masuk rumah, segera kuletakkan tas punggung yang setia kugendong meski beban  cukup berat. Meski badan cukup bau,  terpaksa kurebahkan  diri. Rencana untuk segera mandi pun jadi tertunda. Ingin memejamkan mata walau  hanya  beberapa menit, tapi anganku malah melayang pada undangan itu.

Huh, mengapa aku jadi mengingat-ingat dia,  batinku mulai protes.

Aku dan Herman sudah kenal sejak kelas satu SMA. Kebetulan mulai kelas satu sampai kelas tiga selalu satu kelas. Lelaki bertubuh ceking dan berkumis tipis itu sering menjadi satu  kelompok saat mengerjakan tugas kelas.

Intensitas pertemuan  yang sangat sering itu pun akhirnya menimbulkan benih-benih rasa suka. Kata pepatah witing tresna merga seka kulina, (rasa cinta tumbuh karena terbiasa bertemu) kini benar-benar terjadi pada diriku. Hampir setiap kegiatan selalu bersama. Bagiku, Herman merupakan cinta pertama, entahlah diriku baginya.

Saat bersama, dunia seakan selalu  berwarna indah laksana pelangi. Kebahagiaan yang tercipta di antara kami berdua, cukup mendongkrak nilai. Aliran energy cinta  yang cukup dahsyat mampu membuat segala yang mustahil menjadi hal nyata.

Tiga tahun berlalu. Ikatan tali cinta yang telah terjalin begitu indah, tiba-tiba pudar. Dunia seakan terasa runtuh seketika. Herman harus memenuhi permintaan kedua orang tuanya. Kucoba mencari informasi terpercaya tentang keputusan kedua orang tuanya. Ternyata sejak usia belasan tahun, kedua orang tua Herman telah mengikat janji dengan salah satu sahabatnya.

Perjodohan itu pun berlangsung. Tinggalah diriku yang kini gigit jari. Sedih dan amat terluka. Secara sepihak Herman memutuskan hubungan itu secara tiba-tiba.

Ingin rasanya mengakhiri hidup ini. Dunia pun  terasa begitu gelap dan sempit. Untung diriku masih cukup waras. Meski sulit bagiku untuk move on. Butuh waktu cukup lama untuk dapat melupakan Herman yang kini sudah menjadi milik perempuan lain.

Dengan sisa energy yang melekat di raga, mulai kubangun kembali semangat hidupku. Nama Herman pun lambat laun mulai kuhapus di dalam benakku. Tidak mudah bagiku, tapi harus kulupakan demi kesehatan mentalku.

Justru keadaanku yang makin tua ini menjadi kekhawatiran kedua orang tuaku. Beberapa kali mereka berusaha menjodohkan aku dengan anak sahabat atau kenalannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun