Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rindu Ibu

14 Maret 2021   13:13 Diperbarui: 14 Maret 2021   13:16 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ah, Ibu. Terlalu mulia hatimu. Terbuat dari apakah hatimu, hingga begitu mudah memaafkan Bapak yang setiap hari memberikan tanda luka di tubuh," bisikku dalam hati.

Malam hari, entah karena terlalu lelah, aku pun bermimpi bertemu dengan almarhumah Ibu. Saat itu, Ibu sedang duduk santai di teras rumah.  Baju favorit yang dikenakan Ibu, gamis hijau motif bunga. Seperti biasa setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, Ibu memanggilku.

Aku mendekat, dan layaknya seperti ibu-ibu lain, beliau pun memberikan beberapa nasihat sebagai pedoman hidupku kelak.

"Na, jadi perempuan itu harus mandiri, tegar, punya prinsip. Jangan mudah terombang-ambing oleh keadaan. Ibu membelai rambutku yang panjang sebahu. Aku bergelayut di bahunya. Bahu kokoh yang sering dilukai Bapak, tetapi tidak pernah rapuh. Ibu memang perempuan istimewa di hatiku.

Air mataku mengalir. Mungkin merasa trenyuh mendengar nasihatnya. Tiba-tiba saja, Ibu menghilang entah ke mana perginya. Kupanggil-panggil namanya, namun tetap saja tidak ada sahutan.

"Ibu ... Ibu ... di manakah engkau?"

Berkali-kali panggilanku tanpa sahutan. Aku pun merasa sedih, karena ada sesuatu yang hilang. Rasa hangat dan kasih sayang itu sirna. Bersamaan dengan suara rintik hujan yang makin deras, aku pun terbangun.

Ah, ternyata hanya sebuah mimpi. Maafkan aku Ibu, yang jarang menjengukmu. Mungkin aku bukan tipe anak yang baik. Aku kurang berbakti padamu, keluhku dalam hati.

Tidak ingin terlalu tersiksa oleh perasaanku yang sedang labil,  kuputuskan segera pulang. Minggu ini, saat jadwal kuliah tidak begitu padat, aku sengaja pulang ke rumah ingin berkunjung ke pusara Ibu. Ditemani Bapak, kulangkahkan kakiku ke makam Ibu. Rasanya mimpi beberapa hari yang lalu itu sebagai perlambang bahwa aku harus menemui Ibu.

Pusara yang kini ditumbuhi rumput liar makin membuat hatiku sedih. Kucabuti rumput itu, meski belum seluruhnya hilang. Perlahan kusiramkan air dan campuran bunga mawar serta kenanga di gundukan tanah yang kini terlihat lebih hitam.

Bapak memperhatikanku sejak awal. Mungkin ikut merasakan apa yang kini tersembunyi di hatiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun