"Sana, Le, tolong bayarkan listrik di KUD. Biasanya habis sembilan puluh ribuan," kataku sambil memberikan selembar uang ratusan ribu pada anak laki-lakiku.
Tanpa banyak berpikir, dia langsung mengambil kunci kontak sepeda motor  matic yang biasa digantungkan di sisi  rak  buku bersama kunci kontak sepeda motor lain.
Dalam hati sebenarnya aku bangga sekali memiliki anak laki-laki yang selalu patuh pada perintah orang tuanya.
Anak lelakiku yang sering kupanggil Amiy __merupakan panggilan sayang dari namanya, meski kini sudah semester empat, tetapi justru kedewasaannya makin tampak, apalagi jika kedua orang tuanya membutuhkan bantuannya.
Kadang terbersit juga jika dirinya tidak berada di rumah, saat ada kegiatan di kampus, Â dan kebetulan membutuhkan bantuannya.
Tidak sampai sepuluh menit, dia sudah kembali lagi ke rumah. Uang sisa pembayaran listrik pun segera diberikannya padaku.
Hm ... benar-benar jujur anak ini, sisa berapa pun selalu dikembalikan, pikirku dalam hati.
Kunci kontak pun segera diletakkan kembali di tempat semula.
Menjelang Asar, Amiy ada keperluan keluar rumah mencari kertas. Segera  dicarinya kunci kontak yang tadi digantungkan di sisi rak buku. Berkali-kali diamatinya kumpulan kunci kontak yang tergantung di tempat itu. Namun, sekian menit berlalu tanpa membuahkan hasil.
"Aduh, kok kuncinya nggak ada ya? Tadi kutaruh di sini lho, kok sekarang nggak ada?"
Wajahnya kini tampak kebingungan dan ada rasa bersalah jika kunci kontak tersebut tidak ditemukan.