"Lek, aku nanti pulang agak sore. Rumah dibereskan dan warung tolong dijaga ya. Sekalian dicatat barang yang mulai menipis persediaannya.
Oh, ya, jangan lupa dicatat ya di nota penjualan, Lek," pintaku pada Lek Tri, perempuan berumur lima puluh dua tahun yang setia mengikuti keluarga besarku sejak nenek masih hidup.
Perempuan itu hanya mengangguk, tanda mengerti.
Lek Tri selain biasa membantu pekerjaanku di rumah seperti mencuci, menyapu, memasak juga melayani pembeli di warung yang telah lima tahun ini kurintis.
Dia sudah aku percaya penuh, karena selama ini menunjukkan kepribadian yang baik. Aku tidak meragukan hasil pekerjaannya.
Keluarganya pun sudah aku anggap anggota keluargaku sendiri.
Sering dia pinjam uang yang nominalnya tidak banyak menurutku, tapi segera dikembalikan sesuai perjanjian yang telah disepakati bersama.
Jika aku keluar rumah rasanya tenang, rumah sudah bersih, rapi, warung juga ada yang mengurusi.
Ketika aku libur kerja, Lek Tri biasanya hanya sampai pukul sembilan pagi, terus minta izin, katanya mau tandur atau mengurusi sawah peninggalan orang tuanya.
Perempuan itu juga kugaji sebagai asisten rumah tanggaku secara wajar.
Bahkan melebihi asisten rumah tangga biasanya. Masalah makanan bagiku sudah aku bebaskan.