Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Laron

24 Oktober 2020   22:34 Diperbarui: 24 Oktober 2020   22:48 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi masih basah oleh air hujan yang sejak sore hari rajin menyapa. Tanah makin tampak hitam oleh percik air. Daun dan tanaman  tampak begitu segar oleh siraman air hujan. Air di sungai mengalir makin deras.

Di halaman Mas Sastro yang begitu luas dan ditumbuhi bermacam-macam tanaman buah tampak dihiasi binatang khas setelah hujan. Laron yang selalu menggoda anak-anak untuk mengejar dan menagkapnya. Berbekal plastik dan kipas dari bambu, anak-anak itu ramai berebut menangkap laron.

Ada rasa bahagia ketika berhasil menangkap laron itu. Derai tawa anak-anak pun membuat pagi yang dingin terasa lebih hangat.

"Nanti akan kuberikan pada ayamku," seru seorang bocah laki-laki yang terlihat kurus tubuhnya.

Dia berlari ke sana ke mari mengejar laron yang kadang meninggi kadang terbang rendah.

Laron yang sudah ditangkap dan dimasukkan ke plastik itu sebagian besar telah melepaskan sayapnya. Tubuh coklat kecil itu berjalan-jalan mengitari sisi  plastik bening .

Nano, laki-laki kurus tadi berusaha mengejar seekor laron yang terbang rendah dan kini masuk ke sebuah rumah kosong. Rumah kuno itu sudah lama ditinggalkan pemiliknya dan rencana ahli waris akan dijual. Namun sampai sekarang belum ada harga yang pas, jadi masih dibiarkan tanpa penghuni.

Nano membawa kipas dari bambu dan plastik   di tangan kirinya, kini masuk ke salah satu ruang yang terbuka.

Tanpa ada rasa takut dan perasaan-perasaan lain, Nano langsung masuk memasuki ruang kosong di rumah itu. Laron itu seakan memandu Nano untuk semakin jauh masuk ke dalam rumah kosong. Nano pun menelusuri ruang-ruang  kosong.

Hingga tiba-tiba, Nano dikejutkan dengan  hadirnya sesosok bayangan hitam besar bermata merah yang selama ini belum pernah dilihatnya.

Bayangan  hitam itu memandang Nano dengan mata nanar.

Tentu saja Nano ketakutan dan menjerit sekuat tenaga.

"Hah...!"

Nano pun lari sekuat tenaga keluar dari rumah kosong itu dengan napas yang tersengal. Laron dan wadahnya terpental jatuh entah di mana.

Sampai di luar, Nano menangis sekuat tenaga.

"Ha ha hantu ... hantu...!"

Bu Salma__ ibu Nano, yang sejak tadi bingung mencari anakny segera memeluknya erat.

"Ada apa, Nak? Kok kamu terlihat gelisah dan takut sekali?"

"Ada hantu, Bu, di rumah kosong itu," rengek Nano sambil jarinya menunjukkan rumah kuno tersebut.

Magelang, 24 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun