"Bu, Nia ingin dibelikan mainan kayak milik Zea," rengek putri kecilku yang baru berumur tiga tahun pagi-pagi setelah bangun tidur sambil menungguku yang sedang memasak nasi untuk sarapan.
"Ya, Nak. Nanti semoga Ibu mendapat rezeki, terus membelikan Nia mainan," hiburku pada Nia.
"Benar, ya, Bu," sorak Nia kegirangan.
Anak kecil itu hanya mengangguk pelan. Sudah beberapa hari ini Nia suka bermain di rumah Zea. Di sana banyak mainan yang mahal maupun murah. Pantas saja Nia kadang enggan pulang, maunya bermain terus di rumah Zea. Dalam hati aku sering menangis, belum mampu membahagiakan anakku. Namun setulus hati aku dan suami  selalu  berusaha untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak-anakku.
Seperti biasa, aku dan suami harus berangkat pagi untuk bekerja setelah pamit pada Nia. Aku menuju sekolah dan suami ke pabrik.Â
"Hari yang cukup cerah, semoga memberikan harapan baru dan baik bagiku dan keluarga," batinku bergumam.
Di sekolah selain sebagai guru honorer,  aku juga  mendapat tugas tambahan mengerjakan beberapa laporan penting yang sering sekali mendadak ditagih. Zaman serba online harus siap sewaktu-waktu dengan data yang berjubel.
Kepala sekolah biasanya ikut membantu dan menemaniku ketika mengerjakan tugas itu. Alhamdulillah mendapatkan kepala sekolah yang baik dan pengertian, meski kemampuanku sangat terbatas tetapi ada rasa bahagia ketika dapat menyelesaikan semuanya dengan baik dan tepat waktu.
"Bu Hani, nanti tolong diselesaikan tugas yang kemarin ya, malah ini ada tugas lagi, tapi masih dapat diselesaikan beberapa hari kok," kata Pak Muhammad siang itu setelah aku selesai mengajar.
"Ya, Pak, nanti insyaallah akan segera saya selesaikan."
Pada saat aku menyelesaikan tugas, di depan laptop milik sekolah, tiba-tiba saja wajah Nia terbayang sendu. Teringat tadi pagi dia merengek minta mainan karena tidak mau setiap hari meminjam mainan milik Zea.