Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lambe Turah

31 Juli 2020   17:12 Diperbarui: 31 Juli 2020   17:09 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Jeng, kok sekarang gendut, ya," sapa Yu Ribut pagi itu ketika sama-sama menyaksikan penyembelihan binatang qurban di dekat musala dusun.

Semua mata menatap Yu Mesem yang kala itu memang terlihat agak berisi karena pakaian yang dikenakan berbahan sejenis kaos.

Yu Mesem hanya tersenyum, ya seperti namanya yang menunjukkan suka tersenyum. Mungkin orang tuanya dulu berharap agar selalu dapat tersenyum meskipun dalam keadaan yang kurang mengenakkan hati.  Bukankah nama adalah sebuah doa?

Dalam hati Yu Mesem menggerutu juga, sebab yang namanya perempuan kan paling tidak suka jika disebut gendut, gemuk dan sejenisnya. 

Yu Mesem tidak sakit hati disapa begitu oleh Yu Ribut. Bahkan semua orang juga sudah maklum dengan kepribadian Yu Ribut yang suka membuat masalah di dusunnya. 

Sebut saja, setiap ada acara renungan tujuh belas Agustus, dia selalu ngotot usul ini itu seenak wudelnya sendiri, tanpa memikirkan anggotanya. Kadang tanpa musyawarah tiba-tiba minta uang iuran untuk ini itu alasannya. Setiap ada yang usul atau mengkritik, eh malah keesokan harinya tidak disapa lagi. 

Mbak Inem, lalu mendekati Yu Mesem, menarik lengannya untuk diajak ngobrol.  Mbak Inem mencari tempat di bawah pohon jambu biji yang agak besar hingga tidak kepanasan dan  tetap dapat mengikuti acara penyembelihan.

"Yu, jangan dengarkan kata Yu Ribut, nggak usah diambil hati. Dia memang sukanya begitu. Panjengan kan tahu sendiri to, gimana dia di lingkungan kita." 

"Halah, Mbak, nggak kumasukkan ke hati, nanti malah hatiku penuh dengan racun-racun macam itu."

"Nah, bener, Yu. Kok dia itu nggak mikir ya, la wong suaminya saja mati gasik juga karena mikir kelakuannya to. Huh, gak dewasa banget ya?"

"Hus, jangan bilang begitu, to. Mati dan hidup itu sudah ada yang ngatur, Mbak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun