Mohon tunggu...
Fz
Fz Mohon Tunggu... Buruh - Adventurer

The greatest pleasure in life is doing something that people say you can't do it, believe in yourself and Allah because we're who we chose to be.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Rupiah di Penghujung Tahun : Boleh Reaktif tapi Jangan Provokatif

7 September 2018   19:24 Diperbarui: 7 September 2018   20:47 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Beberapa hari ini media santer memberitakan terkait perang dagang USA vs China, financial crisis di beberapa negara seperti Venezuela, Turki, hingga Argentina, dan yang tak kalah menariknya adalah isu kenaikan dollar yang menyentuh angka Rp 15.000. Sebenarnya Saya paling anti ikutan nyinyirin negara sendiri. 

Why? karena yang dibutuhkan negara ini adalah sebuah aksi nyata dari segenap warga negara Indonesia bukan sekedar bualan. Atau paling tidak, jika tidak bisa turut serta bahu membahu membantu menangani kembang kempisnya perekonomian negara ini, Saya tidak ikut campur memperburuk keadaan dengan berbagai ujaran lisan tanpa dasar.

Nggak hanya direct message, obrolan dengan rekan sejawat dan bos -- bos di kantor, bahkan naik taksi online pun yang dibahas adalah kenaikan dollar. Waduh, jangan -- jangan besok pas beli cilok depan kosan, si mamang yang dagang juga ngajak ngobrol soal kenaikan dollar. Hahaha. 

Sebelum menulis tulisan ini lebih jauh, perlu  dipahami bahwa Saya hanya manusia biasa yang masih dalam proses belajar dengan segala kedangkalan ilmu dan sempitnya pengetahuan yang Saya miliki ditambah lagi background Saya bukanlah seorang ekonom, maka Saya menyadari betul betapa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan penuh dengan kekurangan, Saya sampaikan ucapan permohonan maaf dan Saya terbuka dengan segala kritik dan masukan yang membangun.

Tidak sedikit yang menanyakan bagaimana nasib rupiah ketika menyentuh level Rp 15.000 (5/Sep), apakah Indonesia akan mengalami krisis seperti di tahun 1998, kenapa sih isu kenaikan dollar dikaitkan dengan pemilihan presiden 2019, terus kita harus ngapain kalau kondisi Indonesia semacam ini, gimana kabar pasar modal, sampek ada yang nunjukin portolio sahamnya karena ratusan saham pada rontok dan IHSG ditutup melemah kemarin (5/Sep).

Deep down, Saya tidak punya kapasitas dan kapabilitas menjawab semua pertanyaan itu mengingat Saya juga anak kemarin sore yang belum paham betul bagaimana roda ekonomi sebuah negara ini dijalankan. Tapi akan Saya coba jelaskan sesuai dengan apa yang Saya ilhami.

Guys, pada nggeh nggak sih kenapa sebuah negara dikatakan krisis? Kenapa Turki dan Argentina disebut sedang mengalami krisis ekonomi?

Okkay, Saya akan menjawab pertanyaan ini dengan sebuah cerita. Beberapa hari yang lalu Saya sempat berkomunikasi dengan salah seorang teman dari Argentina, saling share kondisi negara dan yang paling gampang untuk dibahas adalah soal nilai tukar, dalam dua hari nilai tukar dollar terhadap peso naik hampir 30% (dari 30 peso menjadi 40 peso). 

Bahkan jika dihitung sejak awal tahun, nilai tukar peso sudah anjlok 108% terhadap USD (www.cnbcindonesia.com, 2018). Bagaimana dengan harga -- harga barang di Argentina? Jelas mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hal ini tercermin dari data inflasi yang mencapai 25.4% (www.detik.com, 2018). Meskipun Central Bank of Argentina sudah bertindak menaikkan suku bunga hingga 60%, namun belum mampu menangani krisis yang terjadi disana hingga berakhir dengan pengajuan pinjaman dana ke IMF sejumlah USD 50 milliar (sekitar Rp 739,7 triliun).

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia juga akan mengulang krisis 1998? Paling gampangnya, apakah kita sedang mengalami kenaikan harga Indomie dari Rp 3,000 kemudian menjadi Rp 5.500 dalam rentang waktu yang dekat? Karena data inflasi Indonesia tahun 1998 bulan Agustus (yoy) adalah 78,2%. Sedangkan inflasi saat ini (Aug'18) masih terjaga di angka 3,2% (yoy). Atau jika mau diibaratkan dengan depresiasi mata uang peso, apakah nilai tukar Rupiah kita dari saat ini Rp 14,500 kemudian dua hari ke depan menjadi Rp 18,000? Sebagian besar diantara kita pasti sudah tahu jawabannya bukan.

Sekedar informasi saja bahwa di Sep 1998 (yoy) rupiah terdepresiasi 254%, artinya di Sep'1997 nilai Rupiah adalah Rp 3,030/USD menjadi Rp 10,725/USD di Sep'1998. Sedangkan Sep'2017 nilai rupiah Rp 13,345/USD dan di periode yang sama Sep'2018 Rp 14,815 sehingga Rupiah hanya terdepresiasi 11% (Bank of Indonesia, 2018). Kalau pelemahannya seperti tahun 1998, maka nilai Rupiah harusnya menjadi Rp47,241/USD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun