Mohon tunggu...
Zul Hendri Nov
Zul Hendri Nov Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar Menjadi Penulis

Belajar Menulis... Akun lama saya : https://www.kompasiana.com/zul_hendri_nov

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Etika dan Komunikasi Pemerintah kepada Masyarakat

1 Oktober 2019   15:17 Diperbarui: 1 Oktober 2019   15:39 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Presiden atau Pilpres telah berlalu. Harapan meredamnya tensi politik yang panas pasca pemilu, bak seperti api yang jauh dari panggangnya. Selang sebulan sebelum pelantikan Presiden dan wakil Presiden terpilih pada 20 oktober 2019, benang kusut dimasyarakat akar rumput tak kunjung terselesaikan. Masalah baru datang silih berganti. Masalah pertama hadir ketika dimulainya isu terkait hadirnya kendaraan Mobil Nasional (MobNas) Esemka. 

Mobil Esemka yang dianjikan sebagai sebuah produk Indonesia memunculkan pertanyaan sebab kemiripan bentuk dan modelnya dengan mobil yang diproduksi oleh Negara Tiongkok. Masalah kedua adalah mulai dikebutnya beberapa RUU sebelum berakhirnya masa ke-anggotaan DPR RI periode 2014-2019, masalah ketiga adalah terkait kabut asap yang tak kunjung berhenti dan memaksa masyarakat sekitaran pulau Sumatera, Pulau Kalimantan serta Negara Tetangga Seperti Malaysia dan Singapura, menghirup udara dengan kategori Berbahaya untuk kesehatan. lalu masalah terakhir adalah terkait kerja sama dengan negara "Tiongkok" yang terkesan bar-bar dimata masyarakat. Pemerintah terkesan abai dengan aspirasi masyarakat dan tak meredam ketegangan yang muncul dibawah sehingga memunculkan gejolak dan Iklim Politik yang panas.

Pemerintah Terkesan Merawat Konflik

Konflik dapat diartikan sebagai kesenjangan komunikasi yang terjadi. Konflik bisa terjadi antara masyarakat dengan masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah. Konflik terkesan dipelihara karena sampai sejauh ini pasca Pemilu belum ada upaya untuk memperbaiki komunikasi pemerintah, baik Presiden selaku eksektutif belum bisa menjelaskan secara rinci dan dapat memberikan alternatif solusi yang bisa dipahami oleh masyarakat, pertanyaan pertanyaan yang muncul tidak dijawab dan terkesan abai sehingga seperti bola salju yang lama-lama pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin besar dan bisa menjadi bom waktu bagi pemerintahan, sebagai rezim yang memegang kewenangan dalam mengelola negara.

Selanjutnta DPR RI yang merupakan representasi  rakyat dari legislatif, mulai terkesan meninggalkan basis suara rakyat, ketika rakyat beramai-ramai menuntut penyelesaian persoalan, bukanya hadir sebagai wakil rakyat malahan menambah luka dengan dikebutnya beberapa RUU sebelum masa periodesasi mereka Habis akhir September nanti. 

Selanjutnya lembaga Yudikatif sebagai corong dalam penegakan aturan, melalui lembaga Yudikatif  penegakan aturan malah terombang ambing didalam arus politik, sehingga penegakan aturan Hukum terkesan tebang pilih dan tidak menjawab kegersangan persoalan hukum yang hadir dimasyarakat.

Pentingnya Memperbaiki Etika Politik 

Salah satu matakuliah wajib saya dijurusan Ilmu politik ketika menamatkan Studi adalah berkenaan dengan Etika Politik. Etika politik merupakan landasan dasar berkenaan dengan moral dan etik dalam berpolitik. Tolak ukurnya bukan aturan Hukum tertulis namun adalah standar moral. Standar moral diukur dari kebiasaan hidup kelompok, organisasi atau negara. Landasan Moral bangsa indonesia tentu  adalah pancasila. Dimana setiap tindak-tanduk berkehidupan berkebangsaan harusnya berlandaskan moral yang bisa kita interpretasikan dari 45 butir Pedoman Pengamalan Pancasila.

Pancasila  bukan hanya untuk di seminarkan tapi untuk diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Kembali kepada konsep Etika politik, bila dilihat pemerintah sekarang dalam arti luas (mencakup Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) seharusnya bukan saja berkoar-koar dengan masalah siapa yang pancasilais atau tidak melalui pernyataan (Saya Pancasila), sikap kehidupan yang berlandaskan Pancasila, seharusnya terukur dari indikator 45 butir pengalaman pancasila tersebut, namun lagi bak api yang jauh dari panggang hal inilah yang menjadi titik balik awal mulainya meningkat tensi politik yang panas.  Munculnya kekecewaan masyarakat akibat tidak adanya Etika politik dan patronase yang dapat dijadikan rujukan untuk berkehidupan berkebangsaan yang baik. Ini bisa kita uji dengan sikap pemerintah yang abai terhadap masyarakat ketika menyuarakan penolakan terhadap Revisi UU KPK beberapa hari lalu.

Pentinya Memperbaiki  Komunikasi

Pertama, Pemerintah melalui Presiden seharusnya memulai membangun komunikasi kepada masyarakat dengan hadir dan menjawab ketegangan masyarakat. Presiden  hadir tengah masyarakat, persoalan politik harus mengedepankan etika politik, ketika hari ini masyarakat masih diambang ketidak percayaan terutama persoalan terkait etnis harusnya presiden sedikit memberi ruang dan tidak terkesan bar-bar dalam membangun kerja sama seperti yang di asumsikan oleh masyarakat banyak. Presiden turun menjadi penyejuk, baik melalui pembantu-pembantunya (Mentri) dan mencarikan solusi terkait persoalan-persoalan yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun