Mohon tunggu...
Penggemar Rahasia
Penggemar Rahasia Mohon Tunggu... Auditor - Seorang ayah

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Roman

Terima Kasih Tuhan, Jadikan Kota & Malam Ini Sebagai Saksi

30 November 2024   05:15 Diperbarui: 30 November 2024   05:15 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku (Sumber : Arsip ZHP)

Malam ini, aku menulis lagi setelah sempat selingkuh dengan alasan sibuk kerja dan lain-lain. Malam ini, aku seperti dipaksa agar kembali login dan menulis segala penat di kepala yang terasa semakin penuh juga sesak.

Di kepalaku ada banyak rumus dan angka yang sulit untuk aku jelaskan kepada siapapun, bahkan aku tak mampu menuliskannya.

Belum lagi di hatiku, ada ilalang yang tumbuh bersama bunga-bunga berwarna cerah. Bunga-bunga itu menyebarkan harum, ilalang mengeluarkan suara merdu dari gesekan daun-daunnya.

Perpaduan rumus dan angka, suara gesekan daun juga bau bunga yang semerbak membuatku merasa sedang melayang. Kakiku tak memijak bumi, kepalaku juga tak menjunjung langit. Aku seakan berada di dua persimpangan, yang membuatku gelisah, khawatir juga bahagia secara bersamaan.

Dalam satu waktu, aku seperti berlayar di lautan luas ditemani bidadari yang indahnya menawan. Di waktu yang lain, aku merasa sedang menanam kegundahan yang parah, kalut juga duka mendalam bagi seorang bidadari yang menemaniku melewati malam-malam nan indah.

Seperti malam ini, bermula dengan senyum indah menawan dihiasi percik cahaya surga memancar jelas di wajahnya yang anggun, lalu seketika berakhir dengan tangis sedih yang menggetarkan bumi tempat berpijak.

Hendak kemana aku protes dan mengadukan gelisah yang ada? Kepada siapa pesan-pesan sedih ini akan ku kirim? Sementara aku, terlalu malu untuk bercerita kepadaMU, ya Tuhanku.

Wahai Tuhanku, dzat nan Agung, yang tiada satu pun layak dibandingkan kepadaMU. Apakah boleh aku secepat ini mengadukan sedih ku kepadaMU. Apakah nilaiku akan luntur dan akan terjerumus pada sifat lemah, jauh dari lantang juga kuat terhadap segala ujianMU.

Tuhanku, rasanya belum pantas aku bersimpuh lutut bersujud menangis terseduh-seduh seperti dulu kepadaMU. Sebab aku masih merasakan bagaimana Engkau memberiku bahagia yang tiada tara beberapa waktu lalu.

Tuhanku, maafkan aku, aku menyerah dan harus kembali lagi bermohon lembutnya hatiMU. Aku tak mau disebut tak bersyukur, tapi perasaan ini ya Tuhanku, KAU pasti tahu, perasaan ini perih dan terluka setiap melihat air mata membanjiri pipinya yang indah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun