Mohon tunggu...
Zulfaa Safinatun
Zulfaa Safinatun Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Maa Fii Qalbi Ghairullah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berdamai dengan Kehidupan

24 Februari 2021   21:00 Diperbarui: 24 Februari 2021   21:06 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

" Maafkan bapak nak. Dulu bapak memang pernah membuat kesalahan kepada ayah kamu, bapak mengakuinya. Jadi bapa kesini mau bertemu dengan ayah kamu Atha. Bapak mau meminta maaf kepada ayah kamu. " jelas si penjual mentega.

" Buat apa bapak bertemu bapak? Sudah tidak ada gunanya lagi. Sekarang bapak baru mengakuinya dan mau meminta maaf kepada ayah saya. Selama ini bapak kemana aja? Sudah terlambat pak! " emosi nya semakin menjadi-jadi.

" Ayah saya sudah meninggal. Dan itu semua karena ulah bapak! Dan sekarang setelah semua itu terjadi bapak baru meminta maaf? " tangisnya pecah saat itu juga.

Mendengar hal itu si penjual mentega itu terkejut dan tidak percaya bahwa Pak Mustaffa sudah meninggal dunia. Ia merasa sangat menyesal karena ia belum sempat meminta maaf kepadanya atas kesalahan yang telah ia perbuat. Kaki nya lemas tak bertulang, ia tak berdaya menopang tubuhnya hanya untuk berdiri. Ia terduduk lemas tak berdaya, ia benar-benar tak menyangka hal itu terjadi dengan cepat.

" Maafkan bapak nak. Maafkan bapak.. " ia memohon dan berlutut kepada Atha.

Pak Rahmat yang melihat kejadiaan itu, ia segera bertindak. Tak seharusnya Atha mengacuhkan si penjual mentega itu. Pak Rahmat membantu si penjual mentega itu untuk bangkit dari duduk nya dan menyuruhnya untuk berhenti memohon. Pak Rahmat juga menasihati Atha agar ia bisa mengikhlaskan kepergian ayah nya dan memaafkan kesalahan si penjual mentega itu.

" Tapi pak, karna si penjual mentegalah ayah meninggal. Kalau saja hari itu ayah tidak ikut si penjual mentega ke pengadilan, pasti ayah tidak akan celaka dan hari ini ayah ada disini menemani Atha. "

" Iya nak bapak paham. Kematian sudah menjadi takdir yang tidak bisa diubah apalagi dihindari. Tidak ada yang tau kapan kematian itu tiba dan menjemput siapa, semuanya ada pada kuasa Allah. " kata Pak Rahmat.

" Tapi pak... "

" Sudahlah nak. Sudah seharusnya kita sebagai manusia saling memaafkan satu sama lain. Ayah mu disana pasti bangga jika melihat kamu tumbuh dewasa menjadi anak yang bijaksana bukan? Dulu sebelum sebelum ayah meninggal, ayah berpesan agar kamu bisa menjadi apa yang menjadi arti doa dalam sebuah nama yang diberikan, yaitu seorang yang bijaksana dan berguna bagi banyak orang. "

Atha berpikir sejenak, semua perkataan Pak Rahmat itu memang benar adanya. Ia teringat kata-kata ayah nya dulu, bahwa ayah nya berharap anak nya bisa menjadi kebanggan orang tua dengan menjadi orang yang berguna bagi banyak orang. Hatinya terketuk, pikiran nya terbuka. Atha menyesali perbuatan nya dan meminta maaf kepada si penjual mentega itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun