Mohon tunggu...
Zulfan Ajhari Siregar
Zulfan Ajhari Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Buku

Penulis beberapa buku sastra kontemporer, sejarah dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Money

Hanya untuk Pekerja Kasar Perkebunan Sawit Dua Puluh Lima Dibutuhkan Melamar Lebih Delapan Ratus Orang

16 Desember 2020   07:53 Diperbarui: 16 Desember 2020   07:56 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bagaimana mungkin saat ini kehidupan tidak membuat kita gamang, ketika lapangan kerja semakin sulit, diantara perekonomian negeri ini yang menghimpit. Harga-harga tidak terkontrol, daya beli semakin melemah. Kebutuhan Lapangan Kerja mendesak, diantara lapangan pekerjaan sektor formal yang ada.  

Menjadi Pekerja Kasar atau Buruh Kasar yang dimasa Pendudukan Kolonial Belanda disebut Koeli Kasar, saat ini menjadi lapangan kerja yang diperebutkan. Diantara Koeli Kasar itu terdapat pekerjaan sebagai Koeli Perkebunan. Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara, sejak Masa Pendudukan Belanda adalah merupakan salah satu sentra Perkebunan Karet, sehingga membuat predikat ibukotanya Rantauprapat sebagai Kora Karet.

Dimasa lalu Perkebunan Sawit tidak begitu dominant, justru saat ini Perkebunan-perkebunan Negara, maupun Swasta berpacu merobah komoditas tanamannya menjadi Pohon Kelapa Sawit. 

Perobahan itu, entah direkomendasi Kementerian Pertanian entah tidak. Karena kalau harus berkisah tentang ramah lingkungan, antara Perkebunan Karet Kasiavera Brazilia dengan Kelapa Sawit. Kelapa Sawit, terkesan tidak ramah lingkungan. Konon setiap hari Pohon Kelapa Sawit menyerap dua puluh lima liter air tanah. Hal itu jugalah penyebabnya, sehingga para Cukong Pemburu lahan getol memburu dan memusnahkan Rawa-rawa di Kabupaten Labuhanbatu Raya Sumatera Utara.

Kelapa Sawit digandrungi, tentu saja hasil bisnisnya lebih enak untuk dinikmati. Kelatahan perobahan Tanaman dari Karet ke Sawit,  itu juga menghanyutkan pemikiran para Petani, tidak urung ratusan ribu hektare Lahan-lahan pertanian Pangan Padi di Sumut sudah bermutasi menjadi lahan Perkebunan Sawit, menyebabkan semakin jauhnya jangkauan Swa Sembada Pangan.  

Ini salah siapa ?, tentu saja kesalahan bersama,  pihak yang mengontrol rakyat, plus yang dikontrol. Begitu riskannya masalah, orang toh tetap berlomba-lomba menjadi Pemimpin, dari Pemimpin Desa hingga ke Pemimpin Negeri ini. Tanpa takut tanggung jawab yang merupakan konsekwensi kepemimpinan, bahwasanya lapangan pekerjaan yang menjamin perekonomian, merupakan tanggung jawab kepemimpinan itu.

Di Sumut Salah satu lapangan kerja yang dominan adalah Pekerja Kasar di Perkebunan-perkebunan. Baik Swasta maupun PTPN. Dimasa lalu, Jaman Londo, atau masa Kekuasaan Kolonial Belanda. Sektor Pekerjaan di Perkebunan ini kurang diminati masyarakat Sumut. Masyarakat yang lebih cendrung memilih mata pencaharian sebagai Petani dan Nelayan, sejalan dengan  Pepatah Melayu. 

Jadi Petani itu Berakal-akal, Jadi Pedagang Seribu Akal, Makan Gaji, Orang yang  Mati Akal. Sektor pekerjaan makan gaji ini, tidak hanya buruh, juga pegawai di Kantor-kantor masih masuk katagori Mati Akal. Eksesnya untuk memenuhi kebutuhan pekerja di Perkebunan-perkebunan pihak Kolonial merekrut penduduk dari Pulau Jawa, yang mereka bawa sebagai Pekerja Kontrak. Atau istilah yang tidak mengenakkan di Kuping, disebut sebagai Koeli Kontrak. 

Ada beberapa indikasi yang menyebabkan Belanda lebih memfokuskan rekrutmen Pekerja Perkebunan ini, dalam bentuk Pekerja Kontrak yang didatangkan dari Pulau Jawa. Salah satu setrategi politisnya, agar Pekerja tidak mudah untuk berhenti bekerja, karena sulit pulang ke Pulau jawa. Untuk menciptakan rasa keterhiburan, pihak Perkeboenan mengundang berbagai atraksi hiburan setiap malam gajian besar, guna menghibur Boeroeh, sekaligus mengandaskan Gaji mereka untuk tidak bisa menabung, ongkos pulang kampung.  

Untuk kemudian harus giat kembali bekerja. Itulah gambaran Pekerja Perkebunan di masa lalu pada wilayah Sumatera Utara, pekerja yang terbilang dalam katagori pekerja kasar. Yang hingga kini warga etnis Jawa itu sudah sangat beradaptasi tinggal di Sumatera Utara, Kultur Budaya jawa yang memiliki rasa sosial tinggi tetap memahat rasa persaudaraan. Bagi para Transmigrasi melalui Pekerja Kontrak Belanda itu, menganggap rombongan sesama berangkat dengan Kapal Laut dari jawa, sebagai saudara dengan kekerabatan yang akrab, dengan istilah Tunggal Sak Kapal.

Saat ini Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT>Smart TBK.  di Wilayah Pernantian Kecamatan  Marbau,  Kabupaten Labuhanbatu Utara Sumatera Utara, membuka peluang pekerjaan. Pihak Perusahaan Perkebunan Swasta itu, melaksanakan rangkaian seleksi untuk para pelamar pekerjaan yang inti tugasnya hanya sebatas menjadi PemanenTandan Buah Kelapa Sawit, dan mungkin ada juga yang akan naik kelas kemudiannya setidak-tidaknya sebagai mandor, walaupun hal itu butuh waktu dan prestise kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun