Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Romantika Rumput Tetangga

3 September 2019   19:47 Diperbarui: 4 September 2019   15:34 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dua angsa yang membentuk simbol hati. (pixabay.com/dgazdik)

Pernah melihat gambar sepasang angsa yang saling menautkan kepala dengan  leher membentuk amor atau hati? Gambar itu sangat populer karena dianggap menyimbolkan romantisme. 

Penggunaan hewan angsa sebagai objek tentu bukan tanpa alasan. Angsa dianggap sebagai hewan monogami, yang hanya punya satu pasangan seumur hidupnya.

Ada sepuluh hewan lagi, selain Angsa, yang dikenal setia hanya kepada satu pasangan. Hewan tersebut adalah burung Merpati, burung Albatros, Ketam Ladam, Buaya, ikan France Angel, Penyu, Rayap, Tikus Padang Rumput, Serigala, dan cacing Schistosoma Mansoni. 

Sekalipun pasangannya meninggal atau menghilang, hewan tersebut tidak akan pernah kawin lagi.

Manusia tentu bukan hewan. Jika hewan hidup hanya mengandalkan insting, manusia lebih dari itu, bahkan nyaris sempurna sebagai makhluk. 

Akal, yang disematkan Tuhan kepada manusia menjadikan makhluk dari tanah ini mampu berkreativitas dalam segala hal, termasuk kreatif dalam berkehendak. Tidak heran kalau manusia dianggap bisa lebih buas dari binatang.

Apakah 'kebuasan' itu yang menyebabkan justru manusia dianggap sebagai makhluk yang taksetia kepada pasangannya? Sudah terlalu banyak kasus ketidaksetiaan itu hadir di depan kita, di media massa, di ruang publik, bahkan di dalam rumah kita. Kasus itu hadir dalam beragam latar dan model sebagai sebuah keniscayaan yang takbisa dipungkiri.

Jika hewan yang hanya mengandalkan insting itu mampu menjadi model kesetiaan, sementara manusia tidak. Lantas apa sebabnya. 

Pepper Schwarts (72) seorang profesor Sosiologi di University of Washington di Seattle menyatakan kalaupun manusia berkomitmen untuk hidup bersama satu orang hingga maut menjelang, hal itu bukan bawaaan ataupun sifat dasar. Melainkan tuntutan sosial.

Saya jadi teringat tentang posisi manusia sebagai makhluk holistik. Manusia dalam konsep ini sebagai makhluk yang terdiri dari unsur biologis, psikologis, sosial, dan spritual, atau sering disebut makhluk biopsikososialspritual. 

Keempat unsur ini tidak dapat terpisahkan dan saling mempengaruhi. Wajar jika ada pertarungan kekuatan antarunsur tersebut saat akan mengeksekusi sebuah keinginan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun