Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ngabuburit: Basambang

9 Juni 2016   05:15 Diperbarui: 9 Juni 2016   07:13 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumen pribadi Zf

Ada beberapa faktor yang menyebabkan sebuah kata atau istilah akan populer dan banyak digunakan oleh pemakai bahasa. Pertama, kata atau istilah itu mudah dilisankan dan mudah diingat. Kedua, makna kata atau istilah itu bersifat khusus dan hanya terdapat pada bahasa tersebut. Ketiga, kata atau istilah itu sering digunakan digunakan oleh tokoh atau publik figur di media massa.

Salah satu kata atau istilah yang bernasib baik karena faktor di atas adalah ‘Ngabuburit’. Istilah yang berasal dari bahasa Sunda ini bahkan sudah seperti menjadi kosakata bahasa Indonesia. ‘Ngabuburit’ yang berasal dari kata ‘burit’ yang berarti “waktu menjelang senja” mengandung makna “menunggu atau menghabiskan waktu hingga menjelang waktu Adzan Maghrib datang”.

Istilah ‘Ngabuburit” ini sudah lama dipergunakan masyarakat Jawa Barat. Biasanya ramai dipakai pada bulan Ramadan ketika sedang menunggu bedug berbuka puasa. Tak ada data jelas sejak kapan mulai populer. Namun, akhir tahun 80-an, ada satu pertunjukan musik rock di Saparua Bandung yang bertajuk Musik Ngabuburit. Mulai meng-Indonesia ketika dipopulerkan televisi swasta tahun 90-an.

Urang Banua, khususnya di kalangan anak mudanya, juga ikut-ikutan menggunakan ‘ngabuburit’. Dalam beberapa kesempatan sepuluh tahun terakhir, saya sering menemukan dan mendengar ‘ngabuburit’ menjadi lebel acara dan diucapkan antarmereka ketika suasana bulan Ramadan. Tak salah memang. Namun, agak geli juga mendengarnya karena kata dasar ‘burit’ pada ‘ngabuburit’ dalam bahasa Banjar berarti “pantat”.

Hal inilah yang menggugah saya untuk terus melakukan eksplorasi, dari Kamus Bahasa Banjar dan dialog dengan beberapa teman, untuk mencari kosakata Banjar yang mempunyai konsep sama dan menjadi padanan ‘ngabuburit’. Persoalan ini pun saya lempar ke publik melalu akun facebook tanggal 27 Juni 2015 tadi. Responnya ternyata luar biasa.

Dari hampir seratus komentar muncullah beberapa usulan tentang kosakata Banjar yang tepat sebagai padanan ‘ngabuburit’. Usulan itu mengerucut pada istilah yang sudah lama takdipakai lagi dalam bahasa Banjar, yaitu ‘sambang simambang’ yang bermakna “menunggu langit warna jingga waktu senja”, yang dikemukakan Mukhlis Maman, praktisi seni tradisonal. Makna tersebut sepadan dengan konsep ‘ngabuburit’.

Dari istilah ‘sambang simambang’ akhirnya menghadirkan kata ‘basambang’ atau ‘basasambang’ yang dianggap pas sebagai padanan ‘ngabuburit’. ‘Basambang’ yang dibentuk dari ‘sambang’ mendapat prefiks ‘ba-‘ bermakna “melakukan kegiatan menunggu sesuatu yang bakal datang”. Kata fleksibel penggunaannya, tetapi dalam konteks mencari padanan ‘ngabuburit’, maka makna ‘basambang’ bisa disempitkan “menunggu waktu senja atau bedug berbuka puasa”.

Ini adalah sebuah ikhtiar. Masih terbuka jalan panjang untuk mendiskusikan kata ‘basambang’ atau kata lainnya yang dianggap pas sebagai padanan ‘ngabuburit’ hingga dimasukkan ke dalam Kamus Bahasa Banjar. Namun, ada harapan besar agar urang Banjar bangga dan menggunakan kata atau istilah dalam bahasanya sendiri untuk berbagai keperluan. Kalau ada kata seperti ‘basambang’ atau ‘basasambang’, buat apa pakai ‘ngabuburit’! ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun