Mohon tunggu...
Zulfahmi.M
Zulfahmi.M Mohon Tunggu... Guru - Dad, Translator, Teacher

Simple Teacher

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mempertimbangkan Bisnis Pendidikan Anak Usia Dini

8 April 2021   05:05 Diperbarui: 8 April 2021   05:05 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) merupakan lembaga pendidikan formal. Kedua lembaga ini sudah mengubah pandangan beberapa kalangan bahwa pendidikan itu sepajang hayat. Berbagai regulasi disusun dan diberlakukan, mulai dari prosedur pendirian, kurikulum, akreditasi, sudah diatur sebagaimana halnya juga pada SD/MD, MTs/SMP dan MA/SMA. Ditambah lagi dengan pemberian BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) untuk TK/RA. Bahkan saat ini, TK (Taman Kanak-Kanak) sudah banyak yang di-negeri-kan dan gurunya pun sudah banyak yang berstatus ASN. Sedangkan pada RA (Raudhatul Athfal) yang merupakan binaan Kementerian Agama juga sudah akan mengarah kekondisi tersebut walaupun saat ini yang dinegerikan dan jumlah guru ASN-nya masih sangat sedikit.   

Permendikbud No 44 Tahun 2019 tidak menyebutkan bahwa anak harus memiliki ijazah TK sebagai syarat masuk SD/MI. Namun,  masyarakat sudah terlanjur menyadari rasa akan ketertinggalan mereka  jika tidak memasukan anaknya pada TK/RA. Perasaan ini setidaknya sudah mengedukasi masyarakat akan pentingnya pendidikan di era moderen saat ini. Dengan kecanggihan teknologi serta perkembangan ilmu pengetahuan, masyarakat bisa dengan cepat merespon perkembangan sistem pendidikan. Mereka tidak saja mengikuti tren yang ada, namun lebih pada akan pengalaman mereka yang tertinggal dalam dunia pendidikan sebelumnya. Sehingga beberapa SD/MI juga sudah memberanikan untuk menjadikan ijazah TK sebagai syarat pendaftaran siswa baru. 

Biaya pendidikan  di TK/RA bisa lebih besar dari masuk SD/MI bukan rahasia lagi. Dengan rincian dana yang  logis, masyarakat dapat mengaminkannya saja. Biaya mahal bukan lagi penghambat menyekolahkan anak  di TK/RA. Orang tua hanya memastikan anak mereka aman dan terlindungi selama disekolah.  Untuk mengakali masalah keuangan, di beberapa TK/RA, khususnya di daerah, pengelola mampu mengatur strategi yang dapat diterima oleh orang tua murid. Sebagai contoh, dengan membayar di akhir tahun ketika siswa akan tamat melalui tabungan anak-anak mereka yang setiap hari dipungut atau diberikan oleh orang tua mereka.

Melihat pada kompetensi tenaga pendidik PAUD saat ini,  lulusan non PAUD lebih banyak mendominasi guru TK/RA. Permasalahan yang muncul adalah prinsip-prinsip pengajaran yang dijalankan sedikit tergeser dari yang sesungguhnya. Kita akan melihat kelas  penuh dengan bernyanyi, bergembira, dan tepuk tangan. Kemudian menggambar, mewarnai diikuti dengan berbagai hafalan dan tes kecil-kecilan kedepan kelas. Kesannya seperti kelas TK/RA namun pelaksanaannya tidak lebih dari cara belajar di SD/MI. Salahnya dimana? Nah inilah yang sering luput dari kita masyarakat umum. Pendekatan psikologis dan pengamatan terhadap tumbuh kembang anak didik belum terlihat sebagaimana mestinya. Penanggulangan terhadap prilaku anak TK/RA sudah dianggap sebagai tabiat atau sifatnya dan tidak perlu di tanggapi secara serius. Pemenuhan aspek kognitif lebih dominan dari 6 aspek lainya. Hal ini tentu akan merugikan dan mengganggu akan tumbuh kembang anak itu sendiri. 

Kondisi yang disebutkan di atas sebetulnya juga  merupakan peluang emas bagi lembaga-lembaga pengembang metode, teknik ataupun media pembelajaran khusus anak usia dini. Maka munculah penawaran  paket pengajaran lengkap dengan segala tetek bengek yang dibutuhkan guru dalam mengajar di TK/RA. Dalam promosinya paket tersebut sangat membantu kinerja guru, padahal sebetulnya  itu dapat mematikan kreatifitas guru. Tidak dapat berkarya dengan bebas jika sudah mendapatkan produk dan model mereka. Semisal paket yang ditawar mulai dari perangkat mengajar, media pembelajaran, nyanyian berbentuk audio atau visio. Maka guru akan dibina sekian lama tampa boleh menggunakan media atau metode lain dengan angka nominal hingga mencapai 5 hingga 10 juta rupiah untuk satu lembaga. Bagus memang, tetapi sehabis kontrak, media juga sudah haus dan rusak, kurikulum berganti, dan mereka kembali kembingungan untuk melanjutkan paket mereka karena tidak lagi relevan atau memadai dimakan usia/rusak dan lain sebagainya.

Peluang-peluang semacam ini dapat menggangu proses pembelajaran yang sesungguhnya TK/RA.  Lembaga pendidikan TK/RA adalah lembaga penggores pertama dunia pendidikan anak secara formal. Pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan oleh kepentingan tertentu untuk mendapatkan keuntungan akan dapat merusak perkembangan anak itu sendiri. Bagi pemerintah pembenahan yang dilakukan seharusnya tidak hanya pada sarana dan prasarana saja, namun lebih pada profesional tenaga pendidik yang butuh akan pengatahun, wawasan tentang PAUD lebih mendalam. Kepada tenaga pendidikan yang sudah memiliki pengalaman mengajar di TK/RA namun belum linear dengan keahliannya juga harus menyadari akan kebutuhan mereka sesungguhnya. Keterpautan hati mereka pada PAUD semestinya didukung dengan  pelatihan, pembinaan dan pendidikan yang jelas, sehingga pengalaman mereka dibarengi dengan keilmuan yang memadai. Sehingga lembaga PAUD tidak semata melihat pada keuntungan dari jumlah banyak anak didik, atau lembaga pengembangan metode pembelajaran PAUD meggunakan kesempatan ini sebagai bisnis yang menggiurkan. Semoga. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun