Mohon tunggu...
Zofrano Sultani
Zofrano Sultani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Historian, Researcher, Research Consultant, and Social Observer

Follow my Instagram: zofranovanova94. The researcher has an interest in the fields of East Asian History, South Asian History, the History of International Relations. and International Political Economy. He is an alumnus Bachelor of Arts in History degree currently pursuing a postgraduate in the field of socio-politics with a hobby of reading books, watching movies, listening to music, and foodies. Education level has taken: Private Kindergarten of Yasporbi II Jakarta (1998-1999), Private Elementary School of Yasporbi III Jakarta (2000-2006), Public Junior High School 41 Jakarta (2006-2009), Private Senior High School of Suluh Jakarta (2009-2012), and Department of History, Faculty of Social Sciences, State University of Malang (2012-2019). He has the full name Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Raya and The Last Dragon" dan Relevansi Kebudayaan Asia Tenggara

28 Mei 2021   01:36 Diperbarui: 29 Maret 2022   13:43 1978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Raya and the Last Dragon. (Sumber: https://21cineplex.com/)

Namun, film tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan distorsi seputar relevansinya mengangkat kebudayaan Asia Tenggara. Meskipun mungkin tidak sepenuhnya adil untuk membuat film yang menyenangkan untuk anak-anak dengan beban politik dan identitas Asia Tenggara, kekurangan film Asia-Amerika memaksa masalah ini untuk diulas di dalam wacana dan distorsi budaya film dan media.

Pertimbangan mengapa film ini menjadi wacana dan distorsi yang perlu diperdebatkan, misalnya, cara Raya and Last Dragon menawarkan pengisi suara mayoritas Asia-Amerika tetapi gagal untuk mencatat bahwa pemeran tersebut sebagian besar terdiri dari aktor-aktor Asia Timur-Amerika, meskipun ceritanya terinspirasi dari Asia Tenggara. Meskipun akting suara adalah industri dimana ras berpotensi untuk dikaburkan, Raya and the Last Dragon adalah film yang memasarkan dirinya sebagai kemenangan representasional budaya Asia khususnya Asia Tenggara di dalam film dan media Barat. Tampaknya film ini berkata kepada pemirsanya, "Lihat! Ada orang Asia di layar dan di belakangnya, yang membuat penggabungan berbagai pengalaman Asia-Amerika melalui pembuatan film oleh Walt Disney (Fuster, 2020)".

Yang membuat film ini sebatas wacana yang mengangkat budaya Asia Tenggara secara nyata adalah tanah fiksi Kumandra, tempat film itu berlangsung. Seharusnya merupakan campuran dari negara-negara Asia Tenggara yang tak terhitung jumlahnya (Thailand, Laos, Kamboja, Indonesia, Myanmar, Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Filipina), orang tidak bisa tidak bertanya-tanya mengapa semua negara ini harus dilemparkan ke dalam fiksi "Kumandra"?. Selanjutnya yang menjadi distorsi adalah apakah tidak mungkin untuk membayangkan seluruh cerita berlatar di Thailand atau Filipina saja?. Pendekatan umum untuk seluruh wilayah geografis berisiko meratakan budaya yang berbeda di Asia Tenggara, oleh sebab itu sangat bahaya memetakan terlalu rapih ke dalam tuduhan rasis yang dilontarkan secara umum tentang monolit kebudayaan, bahwa "semua orang Asia adalah sama".

Sebenarnya, pengalaman Asia-Amerika sangat bervariasi. Distorsi terbentuk pada film ini ketika orang Asia-Amerika terus menjadi populasi imigran yang tumbuh paling cepat di Amerika Serikat (AS) tetapi tidak memiliki mayoritas negara asal yang berusaha menyeragamkan Asia Tenggara menjadi khayalan fiksi terasa terlalu blak-blakan melalui film dan media. Masalah representasi yang bernuansa "budaya Asia" ini cocok sekali dengan masalah kelangkaan Disney untuk menampilkan budaya non kulit putih. Disney telah lama memberikan peran satu ukuran untuk semua untuk karakter bukan kulit putih, misalnya Mulan. Mulan memang merupakan film animasi yang dibuat Disney tahun 1998 dan sukses menggambarkan budaya dan sosial masyarakat Asia Timur sebagai representatif budaya non kulit putih.

Distorsi berikutnya adalah menyaksikan Raya bergulat dengan saingannya Namaaria yang diperankan oleh Gemma Chan dalam adegan perkelahian yang mengalir yang menunjukkan keindahan film secara keseluruhan. Apakah layak ditonton oleh anak-anak usia dini dan sekolah dasar?. Di samping itu, penulis naskah berupaya menampilkan narasi di saat orang Asia dan Asia-Amerika semakin menjadi sasaran rasisme dan lainnya akibat pandemi COVID-19, apa gunanya membuat cerita berlatar dunia fantasi Asia yang terbatas, terutama untuk anak-anak Asia-Amerika yang tinggal di negara kehidupan nyata yang heterogen. yang menggunakan heterogenitas itu sebagai hierarki kebudayaan di dalam film dan media?.

Agak sickening ketika film ini menggambarkan negeri-negeri yang terpecah di Kumandra tidak mewakilkan budaya dan ekologi Asia Tenggara seperti negeri Tail digambarkan tandus mirip gurun pasir, dan negeri Sphine mirip perkampungan Viking Eropa, lengkap dengan lanskap bersalju. Tetapi negeri Talon, Fang, dan Heart berdasarkan analisis penulis malah mewakili Kamboja, Myanmar, dan Thailand. Namun, menurut Zornia Harisantoso (2021), negeri Fang, bagian negeri dari Kumandra yang terkenal maju di bidang ekonomi, sosial, dan militer yang dipimpin oleh ratu yang diperankan Sandra Oh, memiliki bangunan beratap ala rumah gadang. Sementara itu, Boun yang diperankan oleh Izaac Wang mewakili budaya Lao-nya dengan mengenakan pah bieng, aksesori upacara tradisional Laos.

Lantas dimana perwakilan Indonesia di dalam wacana budaya Asia Tenggara pada film Raya and the Last Dragon? Apakah dari nama "Raya" atau dari kuliner?. Di telusuri oleh Naufal Al Rahman (2021), Walt Disney sengaja menggambarkan budaya Asia Tenggara melalui makanan dan kuliner seperti tom yam (Thailand), sayur rebung (Indonesia dan Malaysia), dendeng nangka (Indonesia, Malaysia, dan Brunei), Shrimp congee (Singapura), Bun bo hue (mie sapi pedas) (Vietnam), sate bumbu kacang (Indonesia, Singapura, dan Malaysia), buah naga (Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Vietnam), dan Kelengkeng (Malaysia dan Indonesia) (lihat gambar 1).

Gambar 1. Ketika Raya, Tong, Little Noi, Boun, dan Tuktuk menyantap makanan khas Asia Tenggara. (Sumber: https://www.idntimes.com)
Gambar 1. Ketika Raya, Tong, Little Noi, Boun, dan Tuktuk menyantap makanan khas Asia Tenggara. (Sumber: https://www.idntimes.com)

Meskipun memang film Raya and the Last Dragon memiliki kekurangan dan polemik di dalam penggambaran kebudayaan Asia Tenggara, tetapi film ini menurut Maria Rosari Dwi Putri (2021) menampilkan nilai dan norma dari kebudayaan Asia Tenggara yaitu nilai gotong royong, kebersamaan, saling percaya, dan kepercayaan. Tetapi nilai dan norma yang ditampilkan di film tersebut ketika Raya bertemu Boun, Little Noi, dan kawan barunya dalam perjalanan ke negeri Fang menyatukan permata naga berwarna biru tidak bisa digeneralisir sebagai unit kebudayaan Asia. Meskipun nilai dan norma dari kebudayaan Asia Tenggara tidak dapat digeneralisir, selama petualangan mencari permata naga, Raya bertemu dengan orang-orang asing dari sepenjuru Kumandra yang justru membantunya. Mereka adalah Boun (Izaac Wang), Tong (Benedict Wong), dan Little Noi (Thalia Tran) (Ginandjar, 2021). Pada film tersebut, terdapat wacana budaya Asia Tenggara bagi pendidikan karakter learners Indonesia ketika Raya harus memilih, apakah teguh pada pendiriannya untuk tetap bekerja sendiri atau mengalahkan egonya dengan belajar percaya lagi pada orang asing.

Tidak lupa pula film ini mengajarkan adat istiadat ketimuran seperti melepas sepatu mereka sebelum memasuki rumah seseorang atau tempat suci mana pun. Begitu juga ketika Raya memasuki negeri Talon, bertemu Little Noi menggambarkan nilai-nilai keluarga ketika Raya, Boun, dan Tong bernasib sama seperti yang dialami oleh keluarga Little Noi yang menjadi batu akibat Droon, dan komunitas geng Ongisnya yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Asia Tenggara yang komunal, tradisional, dan separuh modern. Adele Lim, yang besar di Malaysia (dalam Koeppel, 2021; Silva, 2021; Coomes, 2021) karakter Raya dan Namaaria dengan ketangguhan perempuan Asia Tenggara memunculkan karakter yang seharusnya ditonjolkan oleh perempuan Asia Tenggara yaitu kepemimpinan dan keberanian, cinta keluarga, serta tanggung jawab untuk orang lain.

Relevansi Budaya Asia Tenggara dalam Film Raya and the Last Dragon

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun