Mohon tunggu...
Zofrano Sultani
Zofrano Sultani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Historian, Researcher, Research Consultant, and Social Observer

Follow my Instagram: zofranovanova94. The researcher has an interest in the fields of East Asian History, South Asian History, the History of International Relations. and International Political Economy. He is an alumnus Bachelor of Arts in History degree currently pursuing a postgraduate in the field of socio-politics with a hobby of reading books, watching movies, listening to music, and foodies. Education level has taken: Private Kindergarten of Yasporbi II Jakarta (1998-1999), Private Elementary School of Yasporbi III Jakarta (2000-2006), Public Junior High School 41 Jakarta (2006-2009), Private Senior High School of Suluh Jakarta (2009-2012), and Department of History, Faculty of Social Sciences, State University of Malang (2012-2019). He has the full name Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vanda Miss Joaquim: Drag Queen dari Singapura dan Representasi Budaya Pop di dalam Gender di Asia

6 April 2021   07:05 Diperbarui: 10 April 2021   18:42 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RuPaul menggelar acara kompetisi RuPaul's Drag Race (RPDR) yang meliputi negara Amerika Serikat, Belanda, Chili, New Zealand dan Australia, Spanyol, Inggris Raya, dan Thailand. Acara kompetisi tersebut diikuti oleh dan bagi transgender, perempuan, interseksual, homoseksual, dan lesbian. Salah satu acara kompetisi RPDR di luar non Eropa-Amerika yaitu Drag Race Thailand sangat menarik perhatian kajian Gender dan Tata Busana. Mengapa menarik perhatian? karena Drag Race Thailand (DRT) merupakan wadah artform bukan tentang seks atau gender, tetapi tentang penampilan dan membuat orang lain bahagia. Drag queen dan "ladyboy"adalah hal yang sama bagian dari 18 gender yang diakui oleh masyarakat Thailand, bahwa Thailand benar-benar menerima gadis transeksual.

Pertunjukan di Thailand, yang mengikuti format yang sama, menghadirkan kontestan berusia 18 hingga 37 tahun yang bersaing memperebutkan hadiah uang tunai 500.000 baht (US$ 16.000). "Drag Race Thailand" memulai debutnya bulan lalu dan Pan Pan aka Pangina Heals (dalam DeccanChronicles.com, 2018) memuji pertunjukan tersebut karena membantu adegan drag Thailand berkembang yang dipromosikan media dan telekomunikasi. Penggunaan kata "Drag" terdokumentasi paling awal dari pertengahan abad ke-19 dalam konteks yang lebih modern berasal dari Reynold Newspaper pada tanggal 29 Mei 1870, menurut Oxford English Dictionary (OED) (dalam Im, 2018) bahwa di dalam koran tersebut memuat "kami akan menyeret" adalah penggunaannya, tetapi tidak ada spesifik lain yang diberikan mengenai hal itu berkaitan tentang gender.

Itu berarti mungkin bahasa gaul yang berasal dari pertengahan abad ke-19 pasca Revolusi Industri pertama di Eropa. Menurut Jimmy Im (2018), penggunaan drag paling awal dengan koneksi apa pun ke komunitas gay ditemukan merujuk pada artikel dari Sunday Express tertanggal 13 Februari 1927 di dalam Oxford English Dictionary. Budaya drag menjadi terkait erat dengan komunitas gay mulai tahun 1930-an. Menurut Joe E. Jeffreys (dalam Im, 2018) menjelaskan waria pertama yang benar muncul dari bar gay, seperti Jose Sarria di San Francisco Black Cat pada 1950-an. Sejak itu, drag telah menjadi kekuatan budaya di TV dan film dalam mempromosikan artform dan budaya pop di dalam gender. Sehingga Drag adalah pesta gaduh yang dihadiri oleh "pria tidak normal" yang berpakaian dalam pakaian feminin yang minim, menyanyikan lagu-lagu jazz dengan suara falsetto tinggi dan sinkronisasi bibir. Film ikonik budaya khususnya telah menangkap esensi drag selama beberapa dekade, termasuk "Pink Flamingos" (1972); "The Rocky Horror Picture Show" (1975); "Paris is Burning" (1990); "The Adventures of Priscilla, Queen of the Desert" (1994); "The Birdcage" (1996); "My Life in Pink" (1997); "Hedwig and the Angry Inch" (2001), dan "Kinky Boots" (2005) (Im, 2018).

Sebelum Drag Race Thailand ada, di Thailand sendiri telah mengadakan acara yang sejenis terutama dengan mempopulerkan acara kontes Miss Tiffany bagi waria atau ladyboy. Samuel Leighton-Dore (2019) menyebutkan bahwa DRT menjadi ruang publik yang terrepresentatif untuk membuka pintu bagi bio queens dan drag king (cewek tomboy) di seluruh dunia untuk lebih diterima dan dicintai. Salah satu ikon waria Thailand yang terkenal adalah Pangina Heals. Pangina Heals merupakan pemenang kompetisi drag TV pertama di Thailand T-Battle sebelum adanya dan berlangsungnya Drag Race Thailand (DRT) Season 1 dan 2. Heals menjadi host/pembawa acara DRT Musim 1 dan Musim 2. Kehadiran DRT di Thailand ini bukan untuk melindungi hak-hak transgender atau LGBTI melainkan ingin mendorong kesetaraan di setiap bidang, terutama kesetaraan ekonomi warga negara tanpa memandang gender. Keterlibatan transgender di dalam pembangunan Thailand yang menuangkan minat dan bakatnya pada acara kompetisi Drag Race Thailand menjembatasi hak, kewajiban dan aspirasi dari minoritas seksual dalam upaya dekriminalisasi pekerja seks. Dengan mengakuinya sebagai profesi yang berhak atas hak dan kesejahteraan, pekerja drag queen bisa terlindungi dari pelecehan dan penganiayaan secara fisik, mental, dan seksual.

Selain itu, menjadi lembaga dan organisasi sosial budaya di Thailand untuk mendorong lebih banyak dukungan untuk seni dan budaya di negara ini. Menurut Tanwarin Sukkhapisit (dalam Mahavongtrakul, 2019) merasa bahwa Thailand tidak memiliki budaya menonton film yang kuat dan ingin mendorong orang untuk menonton semua jenis film dan merangkul keragaman dalam hiburan sehingga bisa menjadi lebih dari sekedar kesenangan sesaat yaitu sebagai bentuk bisnis. DRT yang disiarkan oleh Line TV terbagi ke dalam 2 musim, yaitu Musim 1 tahun 2018 dan Musim 2 tahun 2019. Pada Musim 2 DRT yang menarik adalah keikutsertaan orang Singapura beretnis Melayu dan Muslim yaitu Vanda Miss Joaquim yang di dalam entrance and promo look menggunakan identitas Melayu Singapura.

Namun, orang bertanya-tanya akan jadi apa dia di era saat ini (Revolusi Industri 4.0), dimana waria tidak lagi hanya meniru bintang layar kecil tetapi mereka adalah bintang layar kecil sebagai entertainment show di media dan telekomunikasi. Dan itu semua berkat satu fenomena budaya pop pada representasi Asia di dalam gender. Tulisan ini bukan membela kelompok minoritas seksual tetapi memberikan gambaran bahwa mereka [drag queen] menuangkan bakat dan minat melalui acara kompetisi seperti Drag Race Thailand yang betul-betul mewakili budaya pop gender Asia yang menggambarkan bahwa Asia adalah budaya feminin diskursus dari budaya Eropa-Amerika yang maskulin.

Vanda Miss Joaquim: Drag Queen dari Singapura

Vanda Miss Joaquim adalah nama panggung Azizul Mahathir, kontestan dari musim kedua Drag Race Thailand asal Singapura berhasil menempati posisi ke 5. Nama panggung sebenarnya adalah Papilionanthe "Miss Joaquim", umumnya dikenal sebagai Vanda Miss Joaquim. Dia menggunakan nama "Vanda" yang berasal dari anggrek vandaceous hibrida yang merupakan bunga nasional Singapura. Vanda adalah ibu dari Haus of Miss Joaquim, dengan enam anggota lainnya yaitu Miss Dahlia Rose, Anna Stacia, Eriana Conda, Tiara Sorrel, Farrah Shamrock dan Opal Ophelia yang menaungi sesama drag queen di bawah satu manajemen dan rumah produksi Vanda Miss Joaqui. Dia adalah ratu Muslim pertama yang bersaing dalam Drag Race Franchise, diikuti oleh Mercedes Iman Diamond, kontestan RuPaul's Drag Race (RPDR) Season 11 (2019) kelahiran Kenya. Vanda memiliki softskill bilingual, yaitu bisa berbicara bahasa Inggris dan Melayu dan dia adalah kontestan ketiga yang fasih berbahasa Inggris di Drag Race Thailand (DRT), bersama dengan Genie dan Mocha Diva dari Hongkong, Cina. Dia juga seniman drag Muslim pertama di dunia dari ASEAN yang berkompetisi secara internasional, yang tentunya membantu menempatkan scene drag di Singapura di peta budaya pop gender.

Vanda Miss Joaquim
Vanda Miss Joaquim

Lester Tan (2019) mendeskripsikan mengenai Vanda Miss Joaquim bahwa Vanda menganggap serius aksinya di bawah Haus of Miss Joaquim. Dia mencampur musik dan koreografinya sendiri untuk gerakan tariannya sendiri untuk penampilannya, dan sangat berhati-hati dalam mempersiapkan kostumnya tergantung pada tema dan tempat pertunjukannya. Latihan berlangsung tiga kali seminggu, setiap sesi berlangsung tiga jam. Vanda Miss Joaquim memberikan opininya mengenai drag:

"People are generally not into drag shows now somehow. They'd rather watch topless male and go-go dancers. He remembered a time when places like Boom Boom Room, Avalon, and Play were hot venues to perform at. [Here], in one month, I get two to three bookings. In Thailand, it's almost every day."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun