Mohon tunggu...
Azilah MaysarahSiregar
Azilah MaysarahSiregar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswi angkatan '18 UIN Sultan Syarif Kasim Riau, jurusan Administrasi Negara di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.

There is no limit of struggling--"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bimbingan Al Quran dan As-Sunnah, Bekal Kepribadian Masa Depan Anak-anak Korban Kekerasan

22 Januari 2020   15:00 Diperbarui: 22 Januari 2020   15:11 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Azilah Maysarah Siregar

Masa depan bangsa dan negara berada pada tumbuh kembang anak-anak saat ini. Setiap anak dianggap sebagai aset, cikal bakal penerus perjuangan bangsa, serta sebagai rahmatan lil'alamin pewaris keberlangsungan ajaran islam di masa depan. Anak berada pada periode perkembangan yang merentang dari masih berada dalam kandungan sampai dengan usia 18 tahun. Periode ini adalah masa peletakan dasar psikologi anak. Psikologi anak sebagai pembentuk karakter anak dalam menjalani hari-hari masa perkembangannya. 

Secara umum anak memiliki perbedaan dengan orang dewasa, anak memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban. Ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, serta karakter anak yang akan lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang di terimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa (Augustinus, 1987).

Sejalan dengan hal tersebut, anak juga memiliki hak untuk hidup, hak mendapatkan kasih sayang, hak terhadap tempat bagi perkembangannya, hak atas rasa aman serta hak untuk perlindungan dari eksploitasi, pelecehan dan kekerasan. Kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak baik secara fisik maupun emosional. Karena kekerasan bukan hanya secara fisik, tetapi secara psikologis, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial (Hurairah, 2012). 

Rasa sakit dan ancaman terhadap kekerasan menimbulkan pengalaman traumatis untuk masa perkembangan anak. Segala bentuk kekerasan yang dialami seorang anak secara otomatis akan direkam oleh alam bawah sadar mereka dan dibawa sampai kepada masa dewasa sepanjang sisa hidupnya. Rekaman-rekaman otomotis akan menjadi pemicu karakter anak di usia dewasa, kemungkinan terburuknya mereka dapat kembali mengaplikasikan kekerasan tersebut pada generasi penerus mereka selanjutnya yang pada akhirnya terus berlanjut turun menurun dan menciderai karakter anak bangsa.

Fenomena kekerasan terhadap anak ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pengaduan yang masuk pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pada tahun 2018 terdapat 4.885 kasus kekerasan pada anak di Indonesia. Padahal Indonesia lewat lembaga-lembaga tinggi negara telah mencanangkan keputusan untuk fokus pada program penanganan kasus kekerasan terhadap anak dari hulu ke hilir setiap tahunnya. 

Tetapi tetap saja, fenomena kekerasan pada anak tidak mengalami penurunan secara signifikan. Bahkan Undang-undang yang diberlakukan negara belum sepenuhnya cukup untuk meminimalisir aksi kekerasan pada anak. Dan perlu kita ingat bahwa ini hanya sebagian pengaduan yang masuk di lembaga negara, ada puluhan bahkan ratusan kasus yang tidak kita ketahui bagaimana kelanjutan dan proses penanganannya.

Sudah menjadi tupoksi orang-orang terdekat untuk bertanggung jawab mengupayakan perlindungan serta tumbuh kembang seorang anak. Bagaimana pola asuh keluarga akan sangat mempengaruhi karakter anak. Kekerasan bukan hanya secara fisik, tapi bagaimana orang tua memberikan rasa aman serta nyaman, memberikan keadilan dan mendapatkan kasih sayang secara utuh dari keluarga. 

Namun kenyataannya  sering kita temui akan lalainya peran orang-orang terdekat untuk menjalankan fungsi dan peranan mereka terhadap tumbuh kembang anak yang ditimbulkan karena hilangnya kesadaran diri untuk memberikan perlindungan, kasih sayang dan keadilan. Bahkan tidak jarang orang tua tidak mengetahui sang anak sedang mendapatkan perilaku kekerasan dari pihak luar  atau lingkungannya. 

Bagaimana lingkungan luar memperlakukannya dan bagaimana kepribadian sang anak setelah mendapatkan kekerasan baik secara fisik, psikologi bahkan kekerasan seksual. Padahal selaras dengan periode dan keadaan, sering kali anak tidak mengerti bahwa mereka adalah korban dari aksi kekerasan.

Salah satu cara yang dapat di lakukan untuk menghadapi para anak yang manjadi korban kekerasan adalah memberikan bimbingan dan pemahaman tentang agama atau langkah-langkah dalam menginterpretasikan nilai-nilai agama yang berlandaskan Al-qur'an dan As-sunnah. Malalui ilmu bimbingan Al-Quran dan As-Sunnah dapat dijadikan bekal kehidupan masa depan anak-anak korban kekerasan. Adapun landasan utama bimbingan Al-Quran dan sunnah Rasul adalah keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam. Seperti disebutkan oleh Nabi Muhammad saw sebagai berikut:

"Berpegang teguh kepada-Nya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah tersesat jalan; sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasulul-Nya.(H.R Ibnu Majah).

Setiap gerak dan langkah para korban kedepannya berlandaskan Al-qur'an dan As-sunnah yang di awali dari berbagai teori yang telah tersusun menjadi ilmu. Bimbingan ini berorentasi untuk membangun kesejahteraan ideal jasmani dan spiritual yang sesuai dengan Al-qur'an dan Hadist. Para anak-anak korban kekerasan di harapkan mampu menjadikan masa-masa sulitnya terdahulu sebagai jalan untuk meraih predikat an-nafs al-mutmainnah atau jiwa yang tentram. Berikut adalah beberapa bimbingan yang berlandaskan Al-qur'an dan As-Sunnah:

1. Bimbingan menghilangkan kecemasan, menggabungkan antara pencegahan dan penyembuhan yang di berantas mulai dari asal-muasal penyebab kecemasan itu sendiri. Menanamkan kepada anak-anak bahwa segala sesuatu itu bersumber dari Allah. Tanamkan bahwa segala yang telah mereka lewati adalah cara Allah mengajarkan apa yang tidak Allah ajarkan pada orang lain yang itu artinya Allah tau dan percaya bahwa mereka mampu untuk melewatinya. Adapun hal ini diterangkan Allah dalam firmannya yang berbunyi:

"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. Yunus: 107)".

2. Bimbingan mengalihkan emosi sedih dan marah, Rasulullah kerap kali mengajak kaum muslimin agar mengendalikan emosi sedih dan marah yang tengah di hadapi. Baik itu melalui pemikiran dengan mengingat segala ketetapan Allah, perbuatan yang senantiasa menyibukkan anggota tubuh untuk beraktivitas dengan niat meredakan amarah untuk mencari ridho Allah atau seperti Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah yang menyebutkan bahwa obat penawar dari rasa sedih, kegundahan dan kegelisahan adalah dengan shalat. 

Ajakan dan pembiasaan anak-anak untuk senantiasa mewajibkan dirinya untuk sholat diharapkan mampu menjadi penghubung secara spiritual hubungan anak dengan sang pencipta melalui interaksi melalui sholat yang tidak mereka dapatkan kenyamanannya seperti ketika mereka berinteraksi dengan sesama manusia.

3. Ikhtiar dengan berdoa kepada Allah, bimbingan dengan menanamkan bahwa berdoa dan meminta pertolongan terhadap Allah akan segala sesuatu yang telah dihadapi adalah kunci dari solusi yang kelak di turunkan oleh Allah. Doa yang dipanjatkan dengan tulus, ikhlas serta niat mencari ridho Allah memiliki kekuatan maha dahsyat yang menentramkan jiwa dan menguraikan benang kusut atas permasalahan yang dihadapi.

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ya Allah aku berserah diri kepada-Mu, aku beriman kepada-Mu, aku serahkan segala urusanku pada-Mu, aku bertobat kepada-Mu, dan aku bermusuhan atas nama-Mu. Ya Allah sungguh aku berlindung dengan kemuliaan-Mu, janganlah engkau sesatkan aku, tiada Illah (yang berhak diibadahi) selain Engkau Zat Yang Maha hidup dan tidak akan mati, sedangkan jin dan manusia semuanya akan mati (Imam Al-Mundziri).

Pada akhirnya kekerasan yang telah terjadi dan menjadi bayang-bayang traumatis anak dapat kembali di obati melalui bimbingan yang berlandaskan Al-qur'an dan As-Sunnah sebagai bekal kepribadian sang anak menghadapi masa depannya kelak. Menciptakan sosok yang mampu dan kuat menghadapi musuh dari dalam diri berupa bala traumatis. Berani mengatasi rasa takut akan masa-masa sebagai korban kekerasan, menghalangi hadirnya gangguan mental serta mengangkat atau meringankan beban moral sebagai anak korban kekerasan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Mundziri, Imam. Mukhtashar Shahih Muslim. Jakarta: Ummul Qura, tahun 2016
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. IV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: Sygma Examedia Arkanleema, 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun