Mohon tunggu...
Zidni Innayatur R
Zidni Innayatur R Mohon Tunggu... -

Sesuatu yang tidak berubah adalah Perubahan,... ^^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buku Hijau

28 Januari 2012   13:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:21 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13277563692145435551

Tulisan- tulisan itu membuatku tak berani mengeluarkan apa yang selama ini aku tulis. Bagai setetes air di lautan lepas. Yang tak ada artinya jika dibandingkan mereka yang besar. Membuatku bertambah kecil hati dengan apa yang mereka bahas dalam tulisannya. Mereka dengan pandainya bermain kata-kata, memilih dan memilah kosa yang dapat menarik minat pembaca. Kepuasan tersendiri jika semua yang kita tulis dibaca banyak orang, bukan hanya dibaca, tapi juga diperhatikan, diresapi, bahkan menjadi inspirasi. Tapi di sini bukan untuk mengejar rating pembaca yang puas dengan tulisan kita. Hanya ingin menyalurkan sebagian unek- unek yang selama ini dipendam.

Menulis, hm,... sepertinya itu akan menjadi salah satu hobby [lagi] sekarang. Setelah sekian lama tak mencurahkan apa yang ada dalam secarik kertas ataupun dalam layar seperti ini.

Teringat akan kesenangan dari SMP, yang berawal dari membuat puisi, puisi sederhana, biasalah, puisi anak SMP, kalau bukan tentang sahabat, pasti tentang cinta, baik itu cinta yang terpendam, cinta yang tersampaikan. Masih lekat dalam ingatan, “Shin, pinjem buku hijau di depanmu itu dong,” buku itu berisi sekumpulan puisi yang berisi tentang semua unek- unekku. -ups, unek-unekku?- Ya, unek- unekku, meskipun itu buku sahabatku, tapi yang memenuhi lembarnya adalah tulisanku. Semenjak itulah aku jadi keranjingan untuk menulis apa yang ada, khususnya dalam bentuk puisi.

Lama waktu berselang, ada yang menyapa “Hai,... masih ingat tulisan- tulisanmu di buku hijau itu,... ?”. Sejenak aku berpikir, dan memutar otak untuk kembali mengingat buku hijau itu. “Woi,... masih ingat ndak,... ?” dengan nada lebih tinggi tentunya. Dengan santainya ku tanya balik “Memangnya kau masih menyimpan buku itu,... ?”. “Oo, jangan salah, buku itu masih tersimpan rapi dalam kotak kayu milikku, meskipun lebih banyak coretanmu yang memenuhi setiap halamannya, tapi aku akan tetap menyimpannya, itulah salah satu yang membuatku tak bisa melupakan persahabatan kita, disamping perhatianmu tentunya,...”. Ooo,.. jadi terharu, sebegitu berartikah perhatianku selama ini kepada sahabatkku itu, hingga dia tak bisa melupakannya meskipun kita telah berpisah lama. “Terimakasih sahabatku, kau masih mengingatnya.” terharu aku. “Mau kuambilkan? kita buka lagi bagaimana masa-masa SMP yang begitu indah hingga kau kerap mencurahkannya di buku hijau yang kumel itu, bagaimana,.. ?”. Sesaat terdiam, dan langsung menjawab dengan membelalakkan mata, “Jangan, tak perlu, aku ndakmau mengulang ingatanku kembali ke masa- masa yang sebenarnya indah, tapi lebih banyak menyakitkannya" -hanya alasan semu-.

Tapi alasan yang paling mendasar adalah, aku tidak ingin membuka apa yang sudah aku tulis lagi. Aku berpikir, pasti itu sangatlah memalukan, meskipun aku tak hafal lagi setiap kata yang terangkai, tapi setidaknya masih terekam dalam memory bahwa isinya adalah cinta, cinta monyet.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun