Mohon tunggu...
Zidan Al Fadlu
Zidan Al Fadlu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa saja

Seorang mahasiswa sosiologi yang tiap hari kerjaannya nyari warung kopi dan tidak jarang juga patah hati.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Setelah Lulus SMA Mau Ngapain? Insecuritas Dalam Kegamangan Kaum Rebahan

9 Mei 2021   00:54 Diperbarui: 9 Mei 2021   00:58 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bagi generasi muda seperti saya yang baru saja menginjak usia 17 sampai 20 tahun mungkin belum bisa menemukan kejelasan jalan hidupnya. Iyaa dong jelas. Baru aja keluar SMA dan notabene belum memiliki pengalaman apa-apa. Sebagian besar mungkin ada yang harus sesegera mungkin terjun kedalam dunia industri/kerja, sebagian lagi mungkin sedikit beruntung bisa melanjutkan estafet pendidikannya kejenjang lebih tinggi. Atau ada beberapa lagi yang justru malah tidak jelas arah hidupnya (Nganggur). Namun, coba deh sedikit direnungkan, dari banyaknya persoalan yang ada setelah masa sekolah berlalu, ada satu persoalan yang menurut kacamata saya hampir semua anak muda merasakan. Iya.... apalagi kalau bukan rasa Insecure!

Persoalan insecure ini menjadi peroalan baru bagi generasi Z sekarang ini. Mereka yang merasa belum memiliki kemampuan individu yang memadai akan merasa minder dalam melihat realitas kehidupan yang semakin pelik. Tuntutan dan tekanan yang datangnya entah dari sekitar atau mungkin datangnya dari dalam diri sendiri kerapkali membawa pada kebiasaan overthinking. Yang mana kebiasaan berpikir secara berlebih ini akan mengarahkan pada rasa insecuritas dan rasa insecuritas akan memberikan impact pada kondisi psikologis yaitu tidak memiliki kepercayaan diri.

Biasanya hal tersebut terjadi karena masih minimnya pengetahuan tentang apa yang menjadi kemampuan diri sendiri. Misalnya, saya memiliki seorang teman yang sangat-sangat pemalu, saking pemalunya dia bahkan sampai enggan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan kepemudaan. Saya sempat menanyai hal tersebut. Ia menjawab bahwa ia merasa dirinya belum memiliki tanggung jawab dan juga keahlian dalam bidang tertentu. Padahal menurut saya pribadi ia memiliki potensi yang cukup besar untuk mulai membuka dirinya dan mulai berkelana mencari apa yang menjadi kebisaan atau skill yang selama ini terpendam.

Itu hanya salah satu contoh dari banyaknya alasan yang serupa. Mayoritas dari mereka (teman-teman saya) masih merasa kurang percaya diri karena mereka merasa bahwa belum memiliki sebuah kemampuan pada suatu bidang tertentu. Bukan hanya mereka, sebenarnya saya pribadi kerapkali merasakan hal yang sama. Melihat beberapa kawan yang sudah memiliki kepiawaian dalam bidang tertentu seperti musik, seni, menulis, photograpy. public speaking dan berbagai keahlian lain. Sedangkan saya pribadi sama sekali masih terjebak dalam pencarian bakat apa yang terpendam dalam diri saya. Sama halnya beberapa teman-teman saya, mungkin mereka memiliki perasaan dan anggapan yang sama dengan apa yang saya nyatakan.

Faktor tersebutlah yang menyebabkan rasa insecuritas ini menjadi dominan dikalangan milenial sekarang ini. Masa setelah sekolah yang sering digadang-gadang akan menjadi masa paling produktif justru berbeda dengan realitas yang sebenarnya. Banyak sekali faktor penghambat yang membuat masa itu menjadi masa yang paling kelabu untuk bagaimana kedepannya menentukan arah. Ditambah dengan sulitnya akses mencari pekerjaan, atau ketika sudah mendapat pekerjaan pun ada persoalan lain seperti upah yang rendah dengan kerja yang keras atau kerja yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Begitu juga yang melanjutkan studi keperguruan tinggi, mereka yang menginjakan kaki di dunia akademik pun tidak bisa lepas dari sebuah kegamangan. Stigmasi tentang bahwa lulusan sarjana belum cukup untuk mendapatkan perkerjaan dengan mudah, menjadi hal yang paling sering menghadirkan kecemasan dan berpikir yang berlebihan.

Akhirnya persoalan itulah yang membuat generasi sekarang memilih untuk terjebak dalam romansa rebahan yang tak berkesudahan. Selain sebagai sebuah pelampiasan dari kesemrawutan pikiran dalam melihat segala persoalan kehidupan, rebahan juga menjadi satu-satunya pilihan untuk melepaskan segala macam pikiran negatif. Walaupun rebahan bukan sesuatu hal yang bersifat baik jika dilakukan terus-menerus, tetapi setidaknya dengan merebahkan diri bisa menjadi panasea dari segala macam keremangan hidup.

Begitulah insecuritas merasuki diri generasi Z sekarang ini. Selain sebab belum bisa menemukannya bakat atau keahlian diri. Insecure juga tumbuh karena kurangnya pengalaman, sulitnya mencari pekerjaan dan stigmasi bagi para mereka yang sedang berjuang meraih gelar keserjanan. Namun, insecuritas tidak selamanya berimbas buruk, ia juga dapat menjadi sesuatu hal yang sangat superior. Jika keadaan insecure ini dapat dimanfaatkan untuk kembali mencari kekurangan diri, mengkoreksi atau dalam bahasa agamanya adalah muhasabah. Maka hal tersebut dapat menjadi batu pijakan untuk menata kehidupan setelahnya.

Pepatah pernah mengatakan bahwa mundur satu langkah untuk maju seribu langkah. Artinya mari kita jadikan kondisi insecure ini bukan saja untuk mencela realitas dunia, tetapi juga sebagai sarana kita untuk kembali berpikir dan merenungi apa yang selama ini menjadi kekuarangan kita. Hingga pada akhirnya kita telah siap bertarung melawan ganasnya kehidupan dan sedikit demi sedikit mengikiskan kegamangan dan remang-remang tujuan hidup setelah lepas dari masa sekolahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun